Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi global di 2023 diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, setelah sempat membaik di 2022.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, rendahnya perkiraan tersebut bahkan disertai dengan risiko resesi di beberapa negara.
“Revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju terutama AS dan Eropa, serta Tiongkok,” kata Perry dalam Pengumuman hasil RDG Oktober 2022, Kamis (20/10/2022).
Adapun melambatnya ekonomi global, dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif terutama di negara maju.
Dampak rambatan tersebut juga diprediksi menyebabkan perlambatan ekonomi di emerging market.
Sementara itu, tingkat inflasi inti dan global masih tinggi, seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan dunia sehingga mendorong bank sentral di banyak negara menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif.
Baca Juga
Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) di AS yang diperkirakan lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang mendorong mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS sehingga memberikan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar di berbagai negara termasuk Indonesia.
Perry juga mengungkapkan, tekanan itu kian tinggi dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Negara emerging market, termasuk Indonesia juga diperberat dengan aliran keluar investasi portofolio asing.