Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Joe Biden Tepis Anggapan Dolar AS Biang Kerok Resesi Global

Benarkah penguatan dolar AS menjadi salah satu biang kerok penyebab resesi krisis global? Ini kata Presiden AS Joe Biden.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden./Antara
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden menepis anggapan bahwa penguatan dolar AS atau yang disebut dengan istilah strong dollar merupakan biang kerok dari pertumbuhan yang lesu hingga menyeret krisis ekonomi global.

"Saya tidak khawatir tentang dolar yang kian menguat, saya khawatir tentang seluruh dunia," jelas Biden di Portland, Oregon seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (18/10/2022).

Komentar Biden justru cenderung kontras dengan para pemimpin puncak dari negara lain. Pasalnya, semakin banyak negara menyuarakan keprihatinan tentang bagaimana kenaikan greenback memicu inflasi di ekonomi mereka sendiri.

Dolar AS telah naik sekitar 15 persen tahun ini setelah Federal Reserve (The Fed) memulai kampanye agresif untuk menaikkan suku bunga guna meredam kenaikan harga AS.

Seperti diketahui, dampak dari kenaikan dolar AS merupakan topik utama di antara delegasi di Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, di mana mengakhiri pertemuan tahunan (Annual Meetings) di Washington D.C pekan lalu. 

Pejabat The Fed mendengar rentetan kekhawatiran dari negara lain tentang bagaimana lonjakan dolar telah meningkatkan biaya impor mereka dan inflasi, sehingga memicu siklus pengetatan mereka sendiri.

Namun, The Fed terus menaikkan biaya pinjaman hingga akhir tahun. Biden juga berusaha untuk menangkis kesalahan atas perlambatan ekonomi global.

Bahkan, Biden sempat mengkritik rencana pemotongan pajak Perdana Menteri Inggris Liz Truss karena menyebabkan gejolak di pasar. Menurutnya, rencana tersebut merupakan sebuah kesalahan.

"Saya bukan satu-satunya orang yang menganggap hal tersebut adalah kesalahan, saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut," tegasnya.

Dikutip dari laporan World Economic Outlook 2022, IMF menyadari bahwa banyak pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang  menghadapi tantangan pilihan kebijakan yang lebih berat, karena harga pangan dan bahan bakar yang lebih tinggi dan kebutuhan
untuk mendukung pemulihan dan populasi rentan.

Selain itu, meningkatnya biaya pembiayaan pasar dari global yang lebih ketat, kondisi keuangan, dan apresiasi dolar AS dapat
menarik ke arah yang berbeda sehingga mereka kesulitan untuk mencapai keseimbangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper