Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia terus mengalami penurunan. Hal itu perlu diwaspadai, terutama di tengah kerentanan ekonomi global.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia per September 2022 mengalami surplus US$4,99 miliar, lebih rendah dari surplus Agustus 2022 senilai US$5,76 miliar. Realisasi itu merupakan surplus neraca dagang beruntun dalam 29 bulan terakhir.
Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah dan dunia usaha perlu mencermati sinyal penurunan surplus neraca dagang tersebut. Tekanan ekonomi global yang masih akan terjadi hingga tahun depan bisa membebani kinerja ekspor.
“Tren penurunan surplus perdagangan terjadi akibat moderasi pada harga komoditas ekspor utama terutama CPO di pasar internasional dan koreksi pada harga batubara dibanding bulan sebelumnya,” ujar Bhima pada Senin (17/10/2022).
Dari sisi impor, secara bulanan memang terjadi penurunan impor migas per September 2022. Namun, menurut Bhima, dalam periode Januari—September 2022 impor migas tercatat naik 83,5 persen (year-on-year/YoY).
Kondisi impor migas itu menurutnya perlu diwaspadai meskipun ada kenaikan harga BBM, karena defisit migas yang tetap tinggi. Pada Januari—September 2022 defisit migas menembus US$18,8 miliar, bahkan melebihi posisi Januari—Desember 2021 senilai US$13,2 miliar.
“Perlu diwaspadai dampak dari penurunan surplus perdagangan yang berlanjut terhadap stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Semakin turun pendapatan ekspor sementara kebutuhan impor migasnya meningkat, maka rupiah berisiko alami pelemahan secara kontinu,” ujar Bhima.
Dia menilai bahwa pemerintah perlu mencari langkah-langkah mitigasi dengan meningkatkan porsi ekspor produk industri pengolahan non-komoditas.
Lalu, Indonesia harus mencari pasar alternatif yang masih cukup tahan terhadap ancaman resesi, misalnya di Asean ada Vietnam dan Filipina, lalu terdapat Afrika Utara dan jazirah Arab.
Celios pun berpandangan bahwa Indonesia mengurangi ketergantungan pada konsumsi migas dengan percepatan transisi energi, hingga memperbesar industri substitusi impor didalam negeri.