Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramalan SKK Migas soal Harga Minyak Mentah Dunia di 2023

SKK Migas menghimpun 5 faktor yang akan memengaruhi pembentukan harga minyak mentah dunia di 2023.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan harga minyak mentah dunia pada 2023 akan tetap rapuh di tengah sejumlah faktor politik dan ekonomi global yang makin mengkhawatirkan.

Menurutnya, sulit untuk memprediksi angka konservatif perihal harga komoditas energi primer tersebut menyusul kekhawatiran resesi global di 2023.

“Memang sulit untuk memprediksi skenario harga minyak mentah ke depan, sejauh ini kita masih pegang US$90 per barel sebagai harga di 2023,” kata Dwi saat konferensi pers di Gedung SKK Migas, Jakarta, Senin (17/10/2022).

Dwi mengatakan SKK Migas menghimpun 5 faktor yang akan memengaruhi pembentukan harga minyak mentah mendatang di antaranya kebijakan domestik Rusia untuk membatasi ekspor minyak mentah, permintaan China yang meningkat, manuver OPEC+ memangkas produksi dan peningkatan produksi di Amerika Serikat serta geopolitik global.

“Bagaimana reaksi Rusia terhadap potensi price cap, maritime service sanction, pembicaraan antara Iran dan Amerika Serikat soal nuklir penuh dinamika perlu kita cermati,” ujarnya.

SKK Migas, mengutip dari IHS Markit September 2022, memetakan 3 skenario ihwal dinamika harga minyak mentah dunia. Pertama, harga diprediksi dapat melampui US$130 per barel apabila pasokan ekspor minyak dari Rusia hilang di tengah permintaan yang tinggi selepas pandemi.

Kedua, harga minyak mentah berada di kisaran US$90 per barel hingga US$110 per barel apabila ekspor minyak Rusia berkurang ke angka 1 hingga 3 juta bopd. Sementara itu, pertumbuhan permintaan minyak dunia 2,5 juta bopd pada 2022 dan 2,6 juta bopd pada 2023 mendatang.

Terakhir harga diproyeksikan melandai di angka awal US$70 per barel hingga US$80 per barel saat pasokan terus tumbuh dan permintaan yang melemah.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan inflasi global akan mencapai 8,8 persen pada akhir 2022, sebelum kembali ke 4,1 persen pada 2024. Titik tertinggi inflasi diperkirakan terjadi pada kuartal III/2022 yakni 9,5 persen.

Kepala Ekonom dan Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gournichas menjelaskan bahwa kenaikan harga pangan dan energi terjadi di seluruh dunia sehingga memicu lonjakan inflasi. Menurutnya, kenaikan inflasi meluas dengan cepat melebihi perkiraan IMF.

IMF memproyeksikan bahwa laju inflasi akan melonjak dari 4,7 persen pada 2021 menjadi 8,8 persen pada akhir 2022. Gournichas memperkirakan bahwa inflasi baru mulai mereda menjadi 6,5 persen pada 2023 dan lebih rendah lagi pada 2024.

"Inflasi global diperkirakan mencapai puncak di 9,5 persen pada kuartal III/2022, sebelum berkurang menuju 4,1 persen pada 2024," ujar Gournichas dalam press briefing World Economic Outlook IMF, Selasa (11/10/2022) malam waktu Jakarta.

Menurutnya, lonjakan inflasi terutama terjadi dan meluas di negara-negara maju. Penyebabnya beragam, misalnya di kawasan Eropa lonjakan inflasi sangat dipengaruhi oleh terbatasnya pasokan energi, imbas dari serangan Rusia ke Ukraina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper