Bisnis.com, JAKARTA—Meningkatnya utang negara-negara sejak lonjakan inflasi menjadi peringatan bagi otoritas keuangan agar memperketat kebijakan fiskalnya, menyusul ancaman resesi dan krisis pangan pada tahun depan.
Berita tentang kondisi ekonomi global menjadi salah satu pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut highlight BisnisIndonesia.id Jumat (14/10/2022):
1. Saatnya Kencangkan Ikat Pinggang Fiskal
Dalam publikasi Fiscal Monitor oleh International Monetary Fund (IMF) pada Rabu (12/10/2022), tingkat utang pemerintah di tingkat global diperkirakan mencapai 91 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini, sekitar 7,5 poin persentase di atas tingkat pra-Covid.
Meski sudah ada penurunan karena pemulihan ekonomi, kenaikan harga pangan dan energi terus menekan anggaran pemerintah. Dalam Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada Agustus 2022 mencapai 45 persen lebih tinggi dari 2019.
Kondisi di negara berpendapatan rendah menjadi lebih menyulitkan, di mana hampir 60 persen negara miskin sudah berada di level berisiko tinggi dalam menghadapi tekanan utang.
“Ini adalah perkembangan yang mengkhawatirkan. Belum lagi, kerawanan pangan telah meningkat tajam seiring dengan kasus kekurangan gizi,” ujar Direktur Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar.
2. Fondasi Kuat Industri Jasa Keuangan di Tengah Badai Resesi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia tetap moncer meskipun dalam bayang-bayang resesi global. Untuk itu, OJK meminta perbankan hingga pasar modal percaya diri guna mengangkat prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan bahwa kondisi ekonomi global saat ini tengah menunjukkan situasi memburuk.
“Tapi, tidak ada perkiraan atau ramalan yang menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia akan turun. Bahkan, IMF [International Monetary Fund] beberapa hari lalu tetap memperkirakan pertumbuhan Indonesia 5 persen,” ujarnya dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo, Kamis (13/10).
Menurutnya, stabilitas dan kesehatan industri jasa keuangan baik di perbankan, pasar modal, maupun juga di industri keuangan non-bank sudah pulih. “Kondisinya berada jauh lebih sehat dan siap menjaga serta mengawal kelanjutan perekonomian Indonesia,”katanya.
3. Resah dan Gelisah Mengejar Target Lifting di Tengah Tuntutan EBT
Masih sulitnya mengungkit kinerja produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi nasional membuat pemerintah kian resah dan gelisah, meskipun pada saat yang sama ada desakan untuk terus menekan emisi karbon dengan pemanfaatan energi yang lebih bersih.
Sebagai net importir migas, peningkatan produksi di dalam negeri menjadi salah satu cara yang tepat untuk menekan ketergantungan terhadap impor sekaligus mengurangi beban anggaran negara.
Terlebih, sumber energi fosil masih mendominasi bauran energi nasional dan hingga 2050 nanti setidaknya Indonesia masih membutuhkan migas untuk mencukupi kebutuhan energi nasional. Industri hulu migas juga masih tetap diperlukan untuk menunjang kebutuhan energi di masa mendatang sekaligus sebagai jembatan menuju transisi energi.
Baik dalam skenario Business As Usual (BAU), Electric Vehicle (EV), maupun skenario New Renewable Energy (NRE), volume konsumsi migas nasional masih akan tinggi. Itu artinya, seperti yang tertuang dalam catatan Reforminer Institute, sektor migas masih akan memiliki peran penting dalam roadmap energi nasional.
4. Investor Wait and See, Ori022 Kurang Laku
Penjualan instrumen surat berharga negara (SBN) ritel seri Obligasi Ritel Indonesia 22 (OIR022) tidak begitu laris. Periode penawaran tinggal seminggu lagi, sedangkan realisasi penjualan baru sekitar Rp7,55 triliun. Ada apa?
Berdasarkan data yang dilansir dari salah satu mitra distribusi daring Kamis (13/10) sekitar pukul 18.00 WIB, total penjualan ORI022 telah menyentuh Rp7,55 triliun. Adapun kuota pemesanan masih tersisa Rp2,45 triliun lagi dari target Rp10 triliun.
Serapan ORI022 terbilang lebih lamban dibandingkan dengan seri SBN ritel yang ditawarkan sebelumnya, SR017. Pada penawaran SR017, pemerintah beberapa kali melakukan penambahan kuota seiring dengan tingginya minat investor ritel. SR017 pun mampu mencatatkan penjualan Rp26,97 triliun.
Demikian pula seri sejenis, yakni ORI021 yang terbit pada awal tahun ini, mampu menarik minat investor hingga Rp25,06 triliun. Padahal, kupon yang ditawarkan pemerintah pada ORI022 ini merupakan kupon tertinggi bagi seri SBN ritel sejak September 2020, yakni 5,95 persen per tahun.
5. Berkah Fintech & Solusi Kebutuhan Dana UMKM
Kinerja industri teknologi finansial pendanaan bersama atau peer to peer (P2P) lending telah menyalurkan pinjaman Rp148,83 triliun per Agustus 2022. Performa tersebut terdorong oleh kemampuan pemain menjaring segmen-segmen potensian secara cepat, terutama UMKM dan pelaku usaha perorangan yang belum mapan.
P2P lending secara umum merupakan tempat bernaungnya segmen-segmen masyarakat 'buangan' bank atau leasing, alias mereka yang pengajuan kreditnya ditolak lembaga keuangan konvensional. Sebab, lembaga keuangan cenderung lebih selektif menyalurkan kredit di masa-masa krisis yang penuh risiko.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran dari 102 platform P2P lending yang lebih dikenal dengan pinjaman online atau pinjol legal ini diterima oleh 124 juta akun peminjam atau borrower secara kumulatif sejak Januari 2022.
Secara terperinci, pada Januari 2022 industri menyalurkan Rp13,8 triliun kepada 13,5 juta peminjam, kemudian Rp16,5 triliun kepada 12,8 juta peminjam pada Februari 2022, dan Rp23 triliun kepada 17 juta peminjam pada Maret 2022. Sementara pada April sebesar Rp17,9 triliun dan berturut-turut di bulan selanjutnya Rp18,6 triliun, Rp20,6 triliun, Rp18,9 triliun pada Juli, dan Rp19,2 triliun pada Agustus kepada 14,3 juta peminjam.