Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Ing Ignatius Iryanto

Peneliti senior pada Risk Consulting group.

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Mendorong Manufaktur dalam Negeri dengan TKDN Post Supply  

TKDN Post supply diyakini bisa mendorong kinerja manufatur dalam negeri.
Pekerja menggergaji log kayu sengon menjadi menjadi produk papan sirap di sentra industri kayu olahan di Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (17/7/2021). /Antara Foto-Destyan Sujarwoko-nz
Pekerja menggergaji log kayu sengon menjadi menjadi produk papan sirap di sentra industri kayu olahan di Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (17/7/2021). /Antara Foto-Destyan Sujarwoko-nz

Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu kegalauan Presiden Joko Widodo yang sempat viral dalam sebuah video, ketika beliau dengan agak marah mengatakan betapa bodohnya kita, membelanjakan sekitar Rp1.400 trilun dengan mengimpor produk-produk luar negeri.

Kita harusnya menggunakan dana itu dengan membeli produk-produk dalam negeri, sehingga industri dalam negeri berkembang dan dengan itu, menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan rakyat sendiri.

Jika hanya 30 persen saja dari angka itu (sekitar Rp400 triliun) digunakan untuk membeli produksi dalam negeri, sudah akan menyerap ribuan tenaga kerja kita. Dan yang terpenting tidak terjadi capital outflow.

Berbagai regulasi telah dikeluarkan untuk tujuan tersebut. Sejak peraturan Menteri Perindustrian No 16 rahun 2011, hingga yang terakhir Inpres no.2 tahun 2022. Fokus pertama, industri dalam negeri harus berkembang, termasuk berbagai industri manufaktur dan yang kedua industri-industri dalam negeri tersebut harus memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Indonesia.

Pemerintah memperkenalkan dua jenis indeks untuk mengukur dua aspek tersebut. Pertama yang disebut Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang merupakan indeks atau rasio yang mengukur sejauh mana produk tersebut menggunakan bahan mentah dari dalam negeri serta sejauhmana proses produksinya dikerjakan oleh tenaga kerja dalam negeri.

Indeks yang kedua disebut BMP (Bobot Manfaat Perusahaan). BMP ini adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana perusahaan tersebut memberi manfaat langsung bagi masyarakat Indonesia.

Setanjutnya pemerintah lewat perpres No 12 tahun 2021 juga menetapkan bahwa produk dan jasa yang memiliki TKDN minimal 25 persen boleh diikutkan dalam proses tender dengan dana APBN atau APBD. Jika TKDN dibawah 25 persen pasti tidak lolos pra kualifikasi adminitrasi dalam mengikuti tender.

Selain itu, jika jumlah TKDN dan BMP telah mencapai minimal 40 persen, dimana angka maksimal untuk BMP adalah 15 persen, produk dan jasa tersebut bukan hanya boleh mengikuti tender. Namun akan dicatat sebagai barang wajib dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, bahkan bisa mendapatkan proses penunjukkan langsung oleh pemilik proyek dengan dana APBD dan APBN itu.

Dengan paket kebijakan ini, perusahaan dalam negeri yang hanya merupakan agen pemasaran dari produk-produk Luar negeri tidak akan diikutkan dalam proses tender tersebut karena TKDN-nya pasti 0 persen.

Kondisi ini akan memaksa perusahaan-perusahaan itu melakukan inovasi sehingga produk akhir mereka juga memiliki bagian yang dikerjakan di Indonesia oleh tenaga kerja Indonesia, agar TKDN-nya bisa mencapai 25 persen.

OPINI: Mendorong Manufaktur dalam Negeri dengan TKDN Post Supply   

Sementara itu perusahaan dalam negeri yang sejak awal memang memproduksi sendiri produk produknya dengan bahan baku dan tenaga kerja domestik sehingga TKDN-nya mendekati 100 persen akan tersenyum lebar dengan kebijakan ini. Inovasi menuju kemandirian memang didorong dengan kebijakan ini.

Antara Pra atau post suplai TKDN

Untuk produk-produk manufaktur berupa perangkat sistem mesin yang bersifat unik, harus disesuaikan pada kondisi operasi, yang bersifat khusus atau tidak umum, yakni kritikal, berat, korosif, erosif, abrasif, berbahaya, eksplosif, toksik, apalagi jika kondisi operasi itu fluktuatif (berubah-ubah drastis), maka produk mannufaktur yang cocok, umumnya belum tersedia di pasar global.

Tidak ada produk standar dari brosur atau katalog di pasar mesin yang cocok untuk dipakai. Maka siapapun dan dimanapun manufaktur yang dipercayai untuk membuatkan perangkat sistem mesin itu, harus membuatnya secara khusus pula. Dimulai dari survey lapangan, mengumpulkan data-data operasi, masalah, perubahan, ancaman, risiko, parameter-parameter mekanika,termodinamika, hidrodinamika, kimia, kemudian pola kerja dan statistik.

Kemudian dibuatkan model rancangan mesinnya, yang dikaji dengan perhitungan-perhitungan numerik dan komputasi. Di ujung, setelah dihasilkan prototype, maka dilakukan uji-coba. Jika hasilnya kurang memuaskan, maka siklus pengembangan dikembalikan dari awal, hingga hasil akhir masuk kriteria yang dapat diterima.

Kerja-kerja pengembangan ini sebenarnya sudah banyak terjadi atau dilakukan oleh para teknisi, putra-putri bangsa Indonesia di berbagai lapangan tempatnya bekerja. Mereka sangat kreatif. Mereka menemukan bahwa produk-produk impor dari luar negeri yang sangat mahal, ternyata cepat rusak dan merugikan kesinambungan produksi.

Penggantian unit rusak atau pembelian suku-cadangnya ternyata sangat mahal dan memerlukan devisa yang besar. Kendala ini mendorong inisiatif unrtuk mengatasi sendiri di dalam negeri. Penelitian dilakukan, mengapa rusak, salahnya di mana? Maka sebenarnya sudah terjadi proses inovasi dasar yang amat penting. Berikutnya dilakukan pencarian solusi, melakukan perbaikan dan modifikasi. Dari situ sangat banyak eleman-elemen dasar teknologi terapan tergali dan dikuasai.

Maka dewasa ini, banyak industri manufaktur dalam negeri, yang sebenarnya sudah menguasai sains, teknologi terapan terkait dan ketrampilan khusus, yakni 'rahasia keberhasilan' suatu perangkat mesin yang kompleks dan khusus atau unik. Ini adalah kekayaan intelektual yang belum didaftarkan, sehingga belum memiliki hak pengakuan yang resmi.

Di luar negeri, 'rahasia keberhasilan' itu selalu dipatenkan dan dijaga sangat keras, di bawah perlindungan undang-undang hak milik intelektualitas. Di dalam negeri, tentu saja 'rahasia keberhasilan' itu bisa ditemukan dan dikuasai hanya melalui perjalanan sangat panjang, puluhan tahun, dalam bisnis atau usaha yang sudah ditekuni dengan fokus, terus-menerus di bidang yang sama, sehingga menjadi sangat ahli dan sangat unggul.

Tidak mungkin oleh pebisnis yang menangani banyak bidang, berbagai macam jenis usaha, apalagi yang selalu berubah-ubah, berganti jenis usaha. Contoh konkrit adalah paket system pompa untuk instalasi instalasi vital dan strategis di pembangkit listrik, kilang minyak, industri semen, industri pupuk, industri baja, dimana selalu dibutuhkan pompa-pompa besar yang menjadi jantung dari instalasi-instalasi tersebut.

OPINI: Mendorong Manufaktur dalam Negeri dengan TKDN Post Supply   

Disebut jantung karena instalasi akan hidup jika pompanya bekerja. Produk-produk seperti sistem pompa ini selalu berbeda untuk aplikasi dan situasi yang berbeda. Apalagi pompa “high-end” yang sangat khusus, unik dan harus bisa memenuhi kondisi operasi yang sangat berat. Setiap produk seperti ini selalu berbeda, dari satu aplikasi ke aplikasi lain.

Hal ini membuat industri manufaktur untuk produk khusus atau unik ini  sangat kesulitan untuk dapat memperoleh angka TKDN pada fase sebelum mengikuti tender. Produknya dibuat khusus berdasarkan pesanan. Selalu berbeda-beda dari satu aplikasi ke aplikasi yang lain. Maka angka TKDN-nya juga berbeda-beda.  

Sehingga tidak logis dan aneh, manakala Tender menuntut sertifikat TKDN untuk produk yang unik, yang baru dibuat khusus untuk memenuhi aplikasi yang sangat khusus. Maka tentu saja tidak ada industri manufaktur dalam negeri yang punya sertifikat TKDN-nya (kecuali yang akal-akalan).

Penerbitan sertifikat TKDN saat ini didasarkan pada peraturan dan prosedur 'PRA-SUPLAI' hanya cocok untuk produk massal seperti mobil, yang diproduksi banyak, terus-menerus dan selalu sama untuk setiap jenis dan ukuran yang disuplai selanjutnya. Maka angka TKDN untuk mobil yang dibuat manufaktur A dengan tipe P tentu berlaku sah dan benar sesuai untuk semua mobil merek A tipe P.

Tetapi sebaliknya, menjadi sangat aneh, serta memancing langkah-langkah manipulatif, jika diterapkan kepada industri manufaktur untuk produk unik yang setiap dibuat selalu berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga sangat merugikan industri yang bersangkutan, menghambat kemajuan dan ekonomi nasional.

Salah satu jalan keluar yang bisa diambil adalah dengan tetap memberi peluang kepada industri tersebut yang diikat dengan perjanjian ketat bahwa dia boleh memberikan perhitungan hipotetis dari TKDN produk yang dihasilkan dengan syarat, misalnya TKDN minimal 50 persen dan pekerjaan ini dapat diserahkan ke dia.

Tentu saja verifikasi atas industri tersebut bisa dan bahkan harus dilakukan dengan mengecek fasilitas produksinya serta juga kualitas dari produk-produknya yang telah dipakai dalam berbagai proyek vital nasional selama ini. Industri yang siap menandatangani perjanjian dengan TKDN hipotetis ini, tentunya merupakan pemain lama di bidang ini dengan fasilitas industri, serta Kompetensi SDM yang meyakinkan sehingga dia berani menandatangai perjanjian tersebut.

OPINI: Mendorong Manufaktur dalam Negeri dengan TKDN Post Supply   

Ancaman akan sanksi yang berat bisa dirumuskan sebagai tambahan dari perjanjian tersebut jika dia tidak mampu mewujudkan produk dengan TKDN minimal 50 persen, maka ia dianggap telah melakukan penipuan, dipotong pembayarannya atau harus mengembalikan 50 persen pembayaran yang sudah diterimanya.

Peraturan dan prosedur penilaian TKDN ini disebut 'POST-SUPLAI'. Sayang sampai sekarang belum ada gagasan untuk merumuskan dan membuat peraturan dan prosedur penilaian/sertifikasi TKDN 'POST-SUPLAI', yang seharusnya relatif sederhana ini, sehingga banyak industri manufaktur pemilik 'Rahasia Keberhasilan' yang sulit berkembang di dalam negeri.

Semoga pemikiran Sertifikasi TKDN 'POST-SUPLAI' inii akan membuka peluang besar bagi inovasi-inovasi anak negeri bangsa Indonesia untuk secepatnya mengangkat martabat dan harga diri bangsa, yang tidak lagi terlalu tergantung pada produk-produk luar negeri yang mahal dan selalu dicitrakan bermuatan teknologi tinggi dan berkualitas bagus, padahal sebenarnya putra bangsa sendiri justru memiliki potensi yang tidak kalah besarnya.

Peraturan TKDN yang sudah berumur 11 tahun tanpa sedikitpun perubahan, perlu segera diperbaiki dan dilengkapi dengan perumusan 'POST-SUPLAI'. TKDN untuk produk-produk yang customized.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper