Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Mandiri (BMRI) Pede Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Berlanjut

Tim Ekonom Bank Mandiri optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan relatif stabil hingga akhir tahun 2022.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 masih sangat baik, meski berada di tengah volatilitas pasar serta ancaman risiko global yang semakin membesar.

Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan berdasarkan hasil riset tim ekonom perseroan, indikator awal ekonomi domestik sepanjang kuartal III/2022, seperti Retail Sales Index, Purchasing Manager Index, serta Mandiri Spending Index (MSI) masih menunjukkan kinerja ekonomi yang positif.

“Dengan kondisi tersebut, kami masih meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2022 ini akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di kuartal sebelumnya,” ujarnya dalam sambutan Mandiri Economic Outlook kuartal III /2022 di Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Menurutnya, pemulihan ekonomi pada kuartal I/2022 relatif merata setelah pelonggaran mobilitas dan turunnya kasus Covid-19. Hasilnya ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,44 persen secara year-on-year (yoy) atau lebih dari perkiraan pasar yang mematok 5,2 persen yoy.

Di sisi lain, kinerja perekonomian sepanjang semester I/2022 banyak ditopang oleh pemulihan tingkat konsumsi masyarakat dan seiring dengan cemerlangnya kinerja ekspor.

Sepanjang Januari – Agustus 2022, neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar US$34,9 miliar. Capaian ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 yakni sebesar US$20,7 miliar.

Namun, memasuki kuartal III/2022, tantangan semakin besar. Hal ini datang dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia yang berdampak pada ekspektasi stagflasi negara-negara maju.

Kondisi ini membuat beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan kontraktif dengan mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar negara di dunia.

“Namun yang menarik, pelemahan nilai tukar terdalam justru dihadapi oleh currency negara-negara maju dibandingkan negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Panji.

Sementara itu, tantangan lain datang dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengumumkan inflasi di bulan September 2022 telah menginjak level 1,17 persen secara month-on-month (mom) atau sebesar 5,95 persen secara yoy.

Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh kenaikan harga energi. Hal ini juga yang menjadi alasan pemerintah untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) guna mengurangi tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.

Meski demikian, Panji menyatakan ada indikator positif dari angka inflasi tersebut. Pertama, inflasi sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu 4,84 persen.  

Dengan menggunakan asumsi tekanan inflasi pada Oktober hingga Desember melandai, Panji menyebutkan bahwa inflasi akhir tahun ini diperkirakan masih sesuai dengan prediksi Tim Ekonom Mandiri, yakni di kisaran 6,72 persen.

Kedua, pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI) berupaya menjaga inflasi pangan berada di level stabil. Tujuannya agar daya beli masyarakat tetap terjaga hingga akhir tahun.

“Perlu diingat, kebijakan pemerintah dan BI telah responsif bahkan sebelum kenaikan harga BBM terjadi. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai subsidi dan bantuan untuk menopang pendapatan masyarakat,” tutur Panji.

Sementara itu, di sisi lain, bank sentral juga merespons kebijakan pre-emptive dengan menaikkan suku bunga acuan dengan total 75 basis poin (bps) dalam dua bulan terakhir

Melihat respons kebijakan ini, Tim Ekonom Bank Mandiri optimistis ekonomi Indonesia akan relatif stabil hingga akhir tahun 2022. Apalagi Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan di beberapa sektor, seperti telekomunikasi, jasa kesehatan dan sektor terkait program hilirisasi.

Beberapa sektor ekonomi lain juga masih punya daya tahan yang kuat terhadap gejolak eksternal seperti sektor makanan-minuman, utilities (listrik, air dan gas), hingga sektor pemerintahan. Sektor komoditas juga dinilai memiliki prospek baik dan menguntungkan bagi bisnis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper