Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Transisi Energi Hijau, Pemerintah Perlu Tingkatkan Produksi Migas

Pemerintah dinilai perlu meningkatkan produksi minyak untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Kok bisa?
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg
Ilustrasi emisi karbon dari sebuah pabrik/ Bloomberg

Bisnis.com, BANDUNG--Besarnya investasi yang dibutuhkan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) membuat peranan energi fosil belum dapat dilepaskan seutuhnya.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menjelaskan, peranan hulu migas dalam dalam jangka pendek masih merupakan sumber pendapatan negara yang strategis dan dalam jangka panjang akan menjadi sebagai penggerak perekonomian nasional.

Menurutnya, kebutuhan energi di era transisi masih akan dipasok oleh energi yang berasal dari fosil, termasuk migas. Proses menuju net zero emission pada 2060 dalam perjalanannya EBT dan energi fosil saling melengkapi dan mengisi dalam bauran kebutuhan energi ke depan.

Perubahan peranan hulu migas tetap memberikan dampak positif lainnya, yaitu menciptakan lapangan kerja, menarik investasi, dan menopang tumbuhnya kapasitas nasional di pusat maupun di daerah. Dengan demikian, industri migas belum memasuki industri yang sunset.

"Oleh karena itu, di era transisi energi pemerintah harus meningkatkan produksi minyak agar bisa mengurangi impor minyak, sehingga negara memiliki ruang yang lebih luas untuk mengalokasikan pembiayaan energi terbarukan," ujar Mamit dalam focus group discussion yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022).

Kendati demikian, industri hulu migas dapat bertransformasi dalam menuju energi yang lebih bersih, melalui efisiensi energi maupun mengembangkan potensi bisnis carbon capture and storage/carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS).

Menurut Mamit, jika bisnis CCS/CCUS sudah sangat dominan, industri hulu migas telah berubah menjadi industri bersih karena dapat membantu menyerap dan menyimpan Co2 yang dikeluarkan oleh industri lain, seperti industri semen, industri besi baja, dan lainnya.

“Perlu adanya political will dari semua pihak. Ada atau tidak ada dalam prolegnas, karena amanat revisi UU Migas adalah merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi, maka setiap saat jika ada political will, maka revisi UU Migas bisa dibahas pemerintah dan DPR," jelasnya.

Senior Manager Corp. Sustainability and Risk Management Medco Energi Firman Dharmawan menyampaikan bahwa tren transisi energi perlu dimitigasi agar proses bisnis terus berlanjut.

Saat ini, kontribusi bisnis Medco masih 90 persen bersumber dari sektor migas. Sebagai bagian dari pengembangan ke depan Medco telah memiliki lini bisnis di sektor ketenagalistrikan dan pertambangan.

Firman menambahkan, sebagai bagian peta jalan dan kerangka keberlanjutan, Medco telah memulainya sejak 2017 dan pada 2022 telah melakukan pembaruan penilaian materialitas dan penilaian hak asasi manusia yang mencakup pengkinian prioritas topik-topik ESG, peta jalan keberlanjutan 5 tahun mendatang, dan peta jalan emisi net zero.

“Meskipun saat ini, isu mengenai EBT telah menjadi perbincangan yang luas dan perhatian para pengambil kebijakan, namun kenyataannya energi fosil dari minyak dan gas tetap dibutuhkan. Namun, persyaratan kerja sama dengan investor semakin ketat karena harus memiliki program dan pelaporan keberlanjutan lingkungan," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper