Bisnis com, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengukur kembali strategi mempertahankan kinerja pasca penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko KAI Salusra Wijaya menilai sejauh ini kinerja perseroan masih relatif stabil. Namun, lanjutnya, dengan kebijakan penaikan harga BBM oleh pemerintah mendorong perseroan melakukan rekonsiliasi kinerja
"Kami mungkin rekonsiliasi lagi karena efek BBM naik 32 persen. Pastinya dampak ke KAI. Jadi kami lagi hitung lagi strateginya dan pengaturannya supaya masih bisa tetap mempertahankan kinerja dan penumpang," ujarnya, Kamis (29/9/2022).
Adapun, sebelumnya, KAI melaporkan berhasil membukukan laba bersih pada Semester I/2022 sebesar Rp740 miliar. Angka tersebut tumbuh 254 persen dibanding Semester I/2021 yang tercatat rugi Rp480 miliar.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan, di samping capaian peningkatan laba tersebut, KAI juga terus membukukan kinerja EBITDA yang positif yakni sebesar Rp2 triliun atau tumbuh signifikan jika dibandingkan periode semester I/2021 sebesar Rp548 miliar.
Didiek berpendapat KAI mulai mencatatkan hasil yang positif seiring dengan pulihnya kondisi perekonomian nasional yang salah satunya ditandai dengan pertumbuhan pasar transportasi publik. Terlebih, setelah dibukanya berbagai pembatasan mobilitas yang dilakukan pemerintah.
Baca Juga
Hal ini memberikan dampak yang sangat baik dimana KAI mampu menghasilkan pendapatan senilai Rp11,7 triliun atau tumbuh 58 persen dibanding semester I/2021 sebesar Rp7,4 triliun. Peningkatan di sisi pendapatan tersebut seiring dengan naiknya volume angkutan penumpang dan barang.
BUMN itu menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan dua penugasan Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni Kereta Cepat Jakarta--Bandung dan LRT Jabodebek.
"InsyaAllah KAI pasti mampu menyelesaikan dua amanah besar yang diberikan Pemerintah kepada KAI yaitu Proyek LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung," ujarnya.
Didiek menegaskan bahwa penyelesaian kedua proyek transportasi itu merupakan agenda bersama, dan merupakan fondasi dari pengembangan perkeretaapian di Indonesia.
Kedua proyek tersebut ditargetkan beroperasi pada Juni 2023. Keduanya juga direncanakan bisa terintegrasi melalui Stasiun Halim.
Berdasarkan perannya, KAI merupakan lead consortium dari PT Pilar Sinergi BUMN (PSBI) yang berperan sebagai pemegang saham pemerintah Indonesia pada PT Kereta Cepat Indonesia--China (KCIC). KAI juga merupakan operator dari LRT Jabodebek.