Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pupuk Indonesia Impor LNG di Tengah Surplus Gas Domestik, Ini Sebabnya

Di tengah surplus gas domestik, Pupuk Indonesia justru bakal mengimpor LNG.
Gudang Pupuk. - Pupuk Indonesia
Gudang Pupuk. - Pupuk Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — PT Pupuk Indonesia (Persero) bakal melakukan impor gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada awal tahun depan untuk mengimbangi kebutuhan gas yang meningkat seiring dengan pengembangan tiga pabrik perseroan tahun ini. Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha PT Pupuk Indonesia Jamsaton Nababan mengatakan impor itu dilakukan lantaran molornya pengiriman LNG domestik dari LNG Tangguh hingga paruh pertama tahun depan.

“Rencanannya memang kami dapat alokasi LNG dari BP Tangguh lima sampai enam kargo per tahun namun karena belum beroperasinya LNG Tangguh, maka kami manfaatkan sumber-sumber LNG dalam negeri di 2022 dan sampai April 2022 tahun depan kami mencari sources dari luar,” kata Jamsaton saat Webinar Dunia Energi, Selasa (27/9/2022).

Selain itu, Jamsaton mengatakan, impor LNG baru juga mesti dilakukan perseroan lantaran terjadinya penurunan produksi di sejumlah lapangan gas yang sudah lebih dahulu berkontrak dengan perusahaan pupuk milik pemerintah tersebut. Kendati demikian, Jamsaton mengatakan, perseroan juga sudah menjajaki peluang pembelian gas baru dari sejumlah lapangan yang sedang dikembangkan di laut lepas Aceh seperti di Blok Andaman dan Blok South CPP yang dikembangkan Emiten migas Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG).

Adapun kebutuhan gas Pupuk Indonesia untuk tahun 2022 diproyeksikan mencapai 833 MMSCFD. Proyeksi itu diperkirakan akan naik hingga 6,5 persen pada 2028 di angka 1.215 MMSCFD seiring dengan pembangunan tiga pabrik baru milik perseroan yang ditarget beroperasi paling telat 2027 sampai 2028 mendatang. Ketiga pabrik anyar itu tersebar di Palembang, Papua Barat dan Blok Masela.

“Kebutuhan 2022 dalam realisasinya belum bisa terpenuhi semuanya karena memang ada beberapa daerah yang produksinya mengalami penurunan. Kita masih shortage di Sumatera Selatan, Cikampek dan juga potensi shortage ke depan di Kalimantan Timur atau Bontang,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan sebagian besar wilayah kerja dengan cadangan gas besar belum juga memegang kontrak perjanjian jual beli gas bumi atau gas sales agreement (GSA) di tengah pasokan gas domestik yang berlebihan pada tahun ini.

Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan situasi itu belakangan menyebabkan sejumlah lapangan gas potensial justru terlantar atau ditunda pengembangannya lantaran belum jelasnya GSA dengan pembeli potensial.

“Energi kami masih menggunakan minyak terbesar sehingga lapangan gas kita banyak yang stranded seperti di Natuna, Bintuni punya Genting Oil lalu ada di Sumatera Barat dan beberapa tempat lain termasuk yang besar di Masela belum ada gas sales agreement-nya,” kata Taslim dalam Webinar Dunia Energi, Selasa (27/9/2022).

Selain konsumsi energi domestik yang mayoritas dari minyak mentah, Taslim mengatakan, serapan gas dari industri hilir dan rumah tangga belum cukup optimal hingga saat ini. Konsekuensinya, 30 persen produksi gas domestik yang berlebih itu dijual ke luar negeri.

Di sisi lain, SKK Migas melaporkan lebih dari 50 persen penemuan sumur eksplorasi dalam sepuluh tahun terakhir berupa gas. Adapun 70 persen rencana pengembangan lapangan atau plant of development (PoD) berasal dari pengembangan lapangan gas.

“Gas kita reserved replacement ratio tiga tahun terakhir sudah di atas 100 persen artinya kita surplus, sementara kebutuhan domestik ini masih belum menggeliat kita berharap makin banyak juga konsumsi dalam negerinya,” kata dia.

Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) melaporkan beberapa rencana pengembangan lapangan gas mesti ditunda lantaran sejumlah blok belum mendapatkan calon pembeli untuk produksi mereka.

Direktur Aspermigas Moshe Rizal mengatakan situasi itu terjadi lantaran pertumbuhan konsumsi gas domestik cenderung lamban ketimbang volume pasokan yang belakangan malah diproyeksikan surplus cukup lebar.

“Memang benar, untuk produksi gas itu sebelum mereka produksi mereka harus sudah ada pembelinya dulu, kalau pembeli belum siap atau belum ada pasti produksinya ditunda,” kata Moshe saat dihubungi, Senin (20/8/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper