Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Intip Regulasi Perdagangan Karbon di Abu Dhabi dan Eropa

Kebijakan ekonomi sirkular di UAE hingga perdagangan karbon di EU dapat menjadi masukan strategi carbon pricing di Indonesia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Energi dan Infrastruktur PEA Suhail Al Mazrouei berjalan di Jubail Mangrove Park yang terletak di Pulau Al Jubail, Abu Dhabi, PEA, Rabu (03/11/2021) sore waktu setempat. - BPMI Setpres/Laily Rachev.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Energi dan Infrastruktur PEA Suhail Al Mazrouei berjalan di Jubail Mangrove Park yang terletak di Pulau Al Jubail, Abu Dhabi, PEA, Rabu (03/11/2021) sore waktu setempat. - BPMI Setpres/Laily Rachev.

Bisnis.com, JAKARTA — Kawasan Eropa dan Abu Dhabi gencar menerapkan strategi perdagangan karbon melalui sejumlah regulasi.

Executive Director Abu Dhabi Global Market (ADGM), Simon O’Brien menjelaskan, Uni Emirat Arab (UAE) menjadi negara pertama di Timur Tengah yang menjalankan zero carbon nuclear power dalam Strategi Energi 2050.

“UAE memiliki 22 kebijakan ekonomi sirkular yang fokus mengurangi limbah serta ekonomi berkelanjutan. ADGM dalam hal ini memanfaatkan program seputar kebijakan terkait pengadaan hijau hingga peningkatan kelestarian lingkungan,” jelasnya dalam acara International Seminar on Carbon Trade 2022, Selasa (27/9/2022).

Simon membeberkan sejumlah tips yang dilakukan ADGM untuk membuat regulasi perdagangan karbon khususnya di pasar spot.

Pertama, membuat instrumen finansial diiringi peraturan yang dapat diterima di pasar spot komoditas, kemudian melakukan penyesuaian atau middle ground.

Instrumen finansial serta regulasi yang dibuat juga harus memperhatikan berbagai aspek, seperti mitigasi risiko hingga platform untuk lelang.

“Pihak yang berwenang juga harus melakukan monitoring terkait market abuse dengan cross market surveillance,” imbuhnya.

Di sisi lain, Business Development Environmental Markets European Energy Exchange AG, Ingmar Rövekamp menambahkan, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan mana opsi yang lebih tepat untuk diterapkan, seperti pajak karbon atau perdagangan karbon (ETS) seperti yang diterapkan di kawasan Uni Eropa (EU) .

Menurutnya, pajak karbon lebih mudah diimplementasikan dengan biaya transaksi yang juga lebih terjangkau, namun pengurangan emisi karbon sangat tergantung pada supply and demand.

Sementara itu, ETS menawarkan kelebihan seperti meningkatkan efisiensi biaya untuk pengurangan emisi karbon, dengan allowance price yang berasal dari supply and demand.

"Setiap kasus dan setiap negara pasti berbeda, selalu butuh solusi yang spesifik,” pungkasnya.

Kawasan EU telah menerapkan ETS sejak 2005 dan menghasilkan total 40 persen pengurangan emisi karbon yang berasal dari industri dan pembangkit listrik serta penerbangan domestik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper