Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengeklaim bisa memangkas tarif sewa pesawat secara signifikan usai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan mencapai kesepakatan dengan para lessor.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menuturkan telah meminta para lessor tak hanya untuk menurunkan tarif sewa pesawatnya tetapi juga menerapkan skema Power by Hour (PBH). Skema ini, terangnya, merupakan pembayaran sewa pesawat dengan berdasarkan kepada utilisasi pesawat aktual atau flight hour.
Penerapannya skema PBH, untuk tipe pesawat narrow body sampai akhir tahun ini sedangkan tipe wide body hingga Juni 2023. Perseroan, lanjutnya, hanya membayar ketika pesawat tersebut diterbangkan sedangkan saat parkir dan masuk hanggar tidak perlu membayar lagi. Setelah skema tersebut berakhir periodenya, barulah perseroan membayar sewa tetap.
Irfan mengkalkulasikan dengan skema dan kesepakatan bersama dengan para lessor, emiten berkode saham GIAA mengalami penurunan biaya narrow body hingga 31 persen, dan untuk wide body sebesar 55 persen.
Dia pun mencontohkan penuruan sewa signifikan untuk pesawat Boeing 777 yang selama ini melayani penerbangan umrah atau haji serta penerbangan ke Amsterdam, Singapura, dan Bali.
"Sebelum proses PKPU nilai sewanya US$1,7 juta per bulan. Kami punya 10. Setelah PKPU, kami hanya akan gunakan delapan dengan sewa di bawah US$500.000," ujarnya, Senin (26/9/2022).
Irfan memaparkan selama periode 2019-2022, perseroan masih memiliki sekitar 140 pesawat. Tetapi, jumlah tersebut turun pada Januari 2021 dengan hanya sebanyak 71 pesawat dan semakin memburuk pada akhir 2021 yang hanya memiliki 33 pesawat.
Kondisi tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama para lessor yang menarik pesawatnya dan tidak membiarkan maskapai pelat merah tersebut menerbangkan pesawatnya karena tidak membayar sewa. Kedua adalah Garuda tidak memiliki dana untuk merestorasi kembali pesawat yang memerlukan perawatan rutin.
"Pertengahan tahun ini kami hanya memiliki 29 pesawat dan hari ini kami bisa sampai kan kita sudah di angka mendekati 40 pesawat beroperasi," terangnya.
Dengan berkurangnya alat produksi yang semula hanya 140 pesawat menjadi hanya 40 pesawat tentu akan membatasi Garuda membukukan laba.