Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga Global Kompak Naik, Sri Mulyani Ingatkan Risiko Resesi 2023

Kondisi inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi di tingkat global, risiko resesi ekonomi menjadi tidak terhindarkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Rabu (31/8/2022)./Bisnis-Wibi Pangestu Pratama
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Rabu (31/8/2022)./Bisnis-Wibi Pangestu Pratama

Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan inflasi yang tinggi dan diperkirakan masih terus berlangsung ke depan mendorong pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral di banyak negara.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa dengan kondisi inflasi yang tinggi dan disertai dengan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi di tingkat global, risiko resesi ekonomi menjadi tidak terhindarkan.

Dia menyampaikan inflasi terutama di negara maju saat ini masih mengalami peningkatan yang tinggi. Inggris misalnya, tingkat inflasi telah mencapai 9,9 persen dan diperkirakan meningkat hingga ke level dua digit. 

Selain itu, tingkat inflasi di Eropa telah mencapai 9,1 persen, tetapi masih berpotensi meningkat mengingat negara di Eropa akan memasuki musim dingin sehingga membutuhkan pasokan energi yang lebih tinggi yang saat ini pasokan masih terkendala akibat perang.

Inflasi di Amerika Serikat (AS) telah melandai ke level 8,3 persen pada Agustus 2022, tetapi masih berada pada level yang tinggi. Hal ini tercermin dari langkah the Fed yang kembali menaikkan suku bunga secara agresif pada September ini, yaitu sebesar 75 basis poin.

“Suku bunga Inggris di level 2,25 persen, naik 200 basis poin [bps] selama 2022, AS sudah 3,25 persen, naik 300 bps, terutama karena FOMC pada September ini the Fed menaikkan lagi 75 bps. 

Tren kenaikan suku bunga Eropa sebesar 125 bps, ini kenaikan yang sangat ekstrem,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/9/2022).

Sri Mulyani mengatakan tren yang terjadi tersebut tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Seperti perkiraan Bank Dunia sebelumnya, jika bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara ekstrem dan bersama-sama maka dunia pasti mengalami resesi pada 2023.

“Inilah yang sedang terjadi, yaitu kenaikan suku bunga oleh bank sentra,, terutama di negara maju secara cukup cepat dan ekstrem dan itu akan memukul pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut,” jelasnya.

Oleh karena itu, imbuhnya, kinerja perekonomian dunia yang mengalami pelemahan akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga perlu diantisipasi.

Pelemahan aktivitas ekonomi pun saat ini mulai terlihat, yang tercermin dari PMI manufaktur global yang melambat ke 50,3 pada Agustus 2022, terendah dalam 26 bulan terakhir.

Pada negara G20 dan Asean-6, 24 persen negara diantaranya masih mencatatkan PMI yang meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Negara tersebut termasuk Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi.

Lebih lanjut, sebanyak 32 persen negara diantaranya mengalami perlambatan kinerja manufaktur, diantaranya AS, Jepang, India, Malaysia, Brazil, Australia, Singapura, dan Afrika Selatan. 

Sementara itu, 40 persen negara diantaranya mencatatkan kontraksi, yaitu Eropa Jerman, Italia, Inggris, China, Korea Selatan, Meksiko, Spanyol, dan Turki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper