Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pelaku usaha memperkirakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen bakal berdampak merata terhadap seluruh sektor industri. Namun, dampak paling nyata bakal paling dirasakan industri kecil dan menengah (IKM).
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widaja Kamdani, dampak menyeluruh tersebut dikarenakan beban suku bunga bersifat lintas lintas sektoral.
"Sebab, beban suku bunga ini sifatnya lintas sektoral, [jadi] semua sektor usaha bisa terkena dampak negatif," kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (22/9/2022).
Sebagaimana diketahui, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 21-22 September 2022 memutuskan kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.
Sejalan dengan keputusan ini, BI menetapkan suku bunga deposit facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,5 persen dan suku bunga lending facility menjadi 5,0 persen.
Keputusan ini diambil sebagai langkah front loaded dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi, serta memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2-4 persen pada paruh kedua 2023.
Namun demikian, Shinta menilai efek inflasi justru mengakumulasi beban usaha sehingga kenaikan suku bunga yang nyaris mencapai 1 persen memperbesar dampak yang ditimbulkan kepada pelaku industri.
"Kemungkinan besar, sulit bagi pelaku usaha untuk menahan kenaikan harga, khususnya industri yang sebelumnya juga sudah menahan atau berupaya menyerap peningkatan beban," ujarnya.
Dampaknya, kata Shinta, akan paling dirasakan oleh pelaku industri kecil dan menengah yang umumnya dikenakan suku bunga pinjaman lebih tinggi karena profil risiko dan kerentanan terkena risiko default.
"Sebab, secara finansial kecukupan modal dan turn over IKM terbatas sehingga belum tentu bisa menanggung beban kenaikan suku bunga pinjaman," ungkapnya.