Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan hawkish dari negara-negara maju berpotensi membebani kinerja ekspor Indonesia pada tahun depan, sehingga pertumbuhan ekonomi 2023 pun dapat menghadapi tekanan eksternal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023. Angkanya tumbuh moderat dari outlook pertumbuhan ekonomi tahun ini di angka 5,2 persen.
Menurutnya, secara global terdapat tendensi revisi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh sejumlah pihak. Misalnya, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 di 5,2 persen, lalu Bank Dunia 5,3 persen, dan Asian Development Bank (ADB) 5,2 persen.
Sementara itu, berdasarkan konsensus proyeksi Bloomberg per Agustus 2022, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 Indonesia hanya 5 persen. Hal tersebut mencerminkan adanya risiko koreksi kinerja ekonomi.
"Kalau kita lihat secara hati-hati pada 2023, ada tendensi revisi ke bawah terhadap revisi [proyeksi pertumbuhan] ekonomi. Ini karena hawkish atau firm position negara-negara maju yang akan terus menaikkan suku bunga pada 2023, diperkirakan akan memukul pertumbuhan ekonomi," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI serta sejumlah menteri dan kepala lembaga, Rabu (31/8/2022).
Menurutnya, kebijakan hawkish dari negara-negara maju akan menekan kinerja ekspor Indonesia. Pasalnya, permintaan impor negara-negara maju bisa melemah, sehingga ekspor Indonesia dapat terdampak.
Baca Juga
Sri Mulyani pun menyebut bahwa pertumbuhan ekspor tidak akan setinggi tahun lalu. Kinerja ekspor 2021 tumbuh pesat karena rendahnya realisasi 2020, sehingga pertumbuhannya tinggi karena baseline yang rendah.
“Ekspor kita yang bisa tumbuh di atas 30 persen [pada 2021] bukan menjadi baseline yang akan terus terjadi,” kata Sri Mulyani.