Bisnis.com, JAKARTA — Langkah OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) yang tidak menambah produksi secara signifikan dapat mendorong terbatasnya pasokan minyak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mewaspadai jika harga minyak makin tinggi.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah terus mencermati langkah OPEC terhadap kondisi saat ini, yakni harga minyak yang rata-rata bergerak di US$104,8 per barrel. Menurutnya, harga minyak masih berpotensi terjaga tinggi.
"Pekan ini OPEC statement-nya bahwa mereka tidak akan merespons dengan menambah produksi yang signifikan terkait dengan perkembangan harga yang sekarang ini sangat tinggi. Ini tentu menyebabkan supply yang sangat terbatas," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI serta sejumlah menteri dan kepala lembaga, Rabu (31/8/2022).
Menurutnya, terjadinya embargo sejumlah negara terhadap hasil produksi Rusia pun membuat pasokan (supply) minyak secara global makin terbatas. Akibatnya, harga minyak melonjak tinggi di atas kondisi normal.
Dinamika yang terjadi saat ini turut memengaruhi asumsi harga minyak yang pemerintah gunakan dalam penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2023. Menurut Sri Mulyani, pihaknya melihat bahwa harga minyak berpotensi turun tahun depan setelah adanya tekanan tahun ini.
"Pergerakan harga minyak yang volatile tahun depan mungkin dinetralisir dengan forecast pertumbuhan ekonomi yang relatif melemah atau soften, sehingga forecast-nya ada sedikit di bawah US$100, yaitu untuk APBN kami menggunakan US$90 untuk titiknya. Range-nya antara US$100 hingga US$80," kata Sri Mulyani.
Dia menggarisbawahi bahwa minyak termasuk komoditas yang menjadi pion dalam kompetisi geopolitik, terlihat dari dampak perang Rusia dan Ukraina terhadap harga minyak. Oleh karena itu, Sri Mulyani menilai selama konflik geopolitik masih terjadi maka pergerakan harganya masih akan volatil.