Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memberikan sinyal akan menaikkan harga BBM bersubsidi, khususnya Pertalite. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk menekan subsidi energi yang membuat APBN jebol.
Untuk tahun ini saja, subsidi energi yang sudah digulirkan oleh pemerintah mencapai Rp502,4 triliun, melonjak 166,8 persen dibandingkan alokasi tahun lalu.
Presiden Jokowi sendiri mengatakan masih meminta menterinya untuk menghitung secara cermat sebelum mengambil keputusan menaikkan harga Pertalite.
Terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan subsidi energi yang diamanatkan UU harus dijalankan dengan tepat sasaran.
“Untuk subsidi energi, landasannya UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi dan UU No 6 tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022 Pasal 16 yang menyebutkan subsidi BBM di tahun anggaran 2022 mencapai Rp206 triliun,” kata Satya, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/8/2022).
Menurut Satya, pada ayat 8 Perpres No 69 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM di Indonesia, subsidi disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara sehingga membebankan.
Baca Juga
Satya mengatakan harga minyak bumi memiliki fluktuasi yang cukup tinggi. Kondisi ini membuat nilai subsidi ikut berfluktuasi. Saat ini subsidi Pertalite hanya tersisa 6 juta kilo liter dari 23 juta kilo liter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.
Pemerintah memperkirakan jumlah tersebut akan habis di Oktober dan untuk memenuhi hingga Desember 2022, perlu adanya tambahan volume BBM subsidi.
"Mengenai tambahan BBM subsidi, Kementerian Keuangan menjadi leadernya sebab mereka yang tahu kemampuan APBN untuk membiayai subsidi BBM. Jika dianggap APBN berat, maka volume BBM subsidi bisa dikontrol melalui Kementerian ESDM,” kata Satya.
Hal itu sejalan dengan Perpres No 69 yang mengatur ketentuan besar subsidi oleh Kemenkeu dan pengaturan volume oleh Kementerian Kementerian ESDM, bukan Kementerian BUMN meskipun membawahi Pertamina.
Satya melihat pemerintah bisa menggunakan dua cara untuk mengatur subsidi BBM tepat sasaran, yakni melalui distribusi tertutup dengan menggunakan aplikasi dan memberikan bantuan langsung tunai ke masyarakat yang sangat membutuhkan untuk menjaga daya beli.
DEN sendiri sudah memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM. Salah satunya dengan cara mempercepat konversi mobil menggunakan listrik atau BBG, karena dinilai suplai listrik dan BBG di Indonesia lebih dari cukup.
Selain itu untuk mengurangi ketergantungan BBM impor, DEN juga memiliki rencana untuk meningkatkan campuran BBM penambahan biomassa atau biodiesel.
Sedangkan untuk mengurangi subsidi LPG dengan meningkatkan jumlah penggunaan gas rumah tangga melalui pipa. Sementara untuk mengurangi ketergantungan impor LPG, Satya meminta agar Kementrian ESDM mempercepat dan menggalakkan konversi kompor LPG ke listrik.
"Konversi ini tak bisa diimplementasikan dalam waktu cepat. Namun itu semua harus dijalankan. Pada APBN 2023 subsidi BBM akan berkurang menjadi Rp360 triliun. Meski angkanya masih besar namun pengurangannya juga besar," tutup Satya.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor ini gencar dilakukan perseroannya. PLN sendiri sudah melakukan pilot project konversi LPG ke kompor induksi di Bali dan Surakarta.
"Melalui konversi kompor ini langsung bisa menyelesaikan beberapa persoalan yaitu mengurangi ketergantungan impor LPG dengan energi berbasis domestik, yaitu listrik dan juga mengurangi beban APBN yang selama ini untuk mensubsidi LPG ini," kata Darmawan.
Tahap pertama konversi akan menyasar 2000 masyarakat penerima manfaat dan ditargetkan tahun ini menyasar 300 ribu pelanggan di beberapa kota. Harapannya pada 2025 sebanyak 15,3 juta pelanggan bisa beralih dari kompor LPG ke kompor induksi.