Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih menimbang kembali waktu pelaksanaan pajak karbon bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebelumnya ditarget efektif pada pertengahan tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah masih meninjau ulang konsekuensi dari penerapan pungutan gas buang kotor itu di tengah harga energi primer yang masih tertahan tinggi saat ini.
“Sekarang kan kita sedang berjuang dengan harga energi yang cukup tinggi, sehingga mungkin bukan saat yang tepat sekarang untuk menerapkan,” kata Dadan dalam agenda Safe Forum 2022 Katadata, Selasa (23/8/2022).
Kendati demikian, Dadan menegaskan peraturan itu bakal tetap jadi prioritas pemerintah lantaran sudah menjadi amanat dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Adapun, pajak karbon semestinya berlaku pada 1 April 2022 lalu.
“Ini kan sudah jadi kebijakan sudah di undang-undang, tinggal masalah waktu kapan ini akan dilaksanakan, momennya itu sekarang sedang dipastikan,” kata dia.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menyebut bahwa implementasi pajak karbon bukan hanya mengacu kepada UU HPP. Instrumen pajak itu pun berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Perpres itu mengatur tentang nilai ekonomi karbon, yang salah satu instrumennya berkaitan dengan implementasi pajak karbon. Menurut Febrio, rangkaian kebijakan itu bertujuan untuk menjaga aktivitas ekonomi dapat selaras dengan upaya menekan emisi karbon dan menangani persoalan krisis iklim.
Berbagai regulasi itu berlaku sesuai kerangka kebijakan fiskal Climate Change Fiscal Framework, yang bertujuan mencapai penurunan emisi karbon. Setiap tahunnya terdapat alokasi biaya untuk menekan emisi karbon.