Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan harga BBM domestik relatif lebih rendah ketimbang sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) di tengah reli kenaikkan inflasi pada tahun ini.
Airlangga mengatakan pemerintah menyiapkan alokasi subsidi yang relatif besar mencapai Rp502,4 triliun pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun ini. Dengan demikian, kata Airlangga, pemerintah dapat menahan gejolak harga yang disebabkan harga komoditas energi yang terlanjur tertahan tinggi sejak awal tahun ini.
“Harga keekonomian Pertamax Rp15.150 per liter namun kita masih memberikan harga eceran Rp12.500 per liter demikian pula Pertalite keekonomiannya Rp13.150 per liter ecerannya masih Rp7.650 per liter,” kata Airlangga saat Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).
Menurut Airlangga, harga bahan bakar minyak (BBM) domestik itu jauh lebih rendah dari posisi harga beberapa negara Asean. Misalkan, harga pertalite di Thailand sebesar Rp19.500 per liter, Vietnam Rp16.645 per liter, Filipina Rp21.352 per liter.
“Kita terus mendorong agar program kebijakan terkait dengan keterjangkauan harga dan ketersediaan pasokan berjalan efektif sehingga tantangan hiperinflasi itu kelihatannya bisa kita tangani,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat kekeh menahan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kendati eksekutif telah meminta pelonggaran tambahan kuota sejak April 2022 lalu. Banggar meminta pemerintah untuk menaikkan harga sejumlah komoditas energi menyusul posisi fiskal yang terhimpit hingga paruh kedua tahun ini.
Baca Juga
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan lembagannya tidak bakal menyetujui usulan pemerintah untuk menambah kuota BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar masing-masing sebesar 5,45 juta kiloliter dan 2,28 juta kiloliter pada akhir tahun ini. Konsekuensinya, pemerintah mesti segera membatasi pembelian BBM bersubsidi sembari menyesuaikan kembali harga jual di tingkat konsumen.
“Tidak akan ada penambahan subsidi. Pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga energi yang disubsidi dengan mempertimbangkan dampak inflasi dan daya beli rumah tangga miskin,” kata Said saat dihubungi, Senin (15/8/2022).
Menurut Said, parlemen sudah lama meminta pemerintah untuk membenahi kebijakan subsidi energi untuk menjaga daya beli masyarakat tersebut. Hanya saja, kebijakan subsidi itu masih sering meleset dari target yang disasar.