Bisnis.com, JAKARTA- Kalangan ekonom menilai investasi di industri petrokimia terbilang mahal karena harga minyak mentah dan gas sebagai bahan baku utama yang masih tinggi.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, pemerintah justru perlu menyiapkan strategi jangka panjang, seperti penyiapan infrastruktur kawasan industri, jika ingin menarik investor ke sektor tersebut.
"Pemerintah perlu menyiapkan strategi jangka panjang, seperti penyiapan infrastruktur kawasan industri. Terutama, pasokan listrik," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (9/8/2022).
Mengutip pemberitaan Bisnis.com, harga minyak melonjak hampir dua persen dalam perdagangan yang fluktuatif pada akhir transaksi Selasa (9/8/2022) pagi waktu Jakarta.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober terangkat US$1,73 atau 1,8 persen, menjadi menetap di US$96,65 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat US$1,75 atau 1,97 persen, menjadi ditutup pada US$90,76 per barel.
Selain itu, lanjut Bhima, hal yang perlu diperhatikan bagi industri petrokimia adalah kedekatan dengan bahan baku, biaya, serta keterjangkauan logistik untuk menembus pasar domestik dan ekspor.
Baca Juga
Termasuk, sambungnya, standardisasi lingkungan hidup untuk mendapatkan pendanaan yang murah di pasar internasional.
Dia menilai negara seperti Uni Emirat Arab (UEA) potensial untuk dijadikan calon investor. Dengan catatan, ketentuan bea masuk bahan baku plastik ke Indonesia yang ingin dihapus perlu dicermati kembali.
"Dibandingkan memberi bea masuk 0 persen untuk bahan baku plastik, sebaiknya undang pelaku usaha UEA untuk investasi, buat pabrik di Indonesia dari hulu ke hilir," ujarnya.