Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: dari Aksi Emiten Serbu Pasar Right Issue hingga Mengejar Industri Mobil Thailand

Berita tentang aksi emiten serbu pasar right issue demi dana murah menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id pada Kamis (4/8/2022):

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah besar emiten bersiap untuk melakukan penambahan modal melalui emisi saham baru di Bursa Efek Indonesia dengan mekanisme rights issue pada sisa tahun ini. Bayang-bayang kenaikan suku bunga dan yield surat utang menjadikan penambahan ekuitas pilihan yang lebih murah.

Bursa Efek Indonesia mencatat sudah ada 45 emiten yang ada dalam daftar tunggu atau pipeline untuk menggelar aksi penambahan modal dengan memberikan hak untuk memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue per 1 Agustus 2022.

Berita tentang aksi emiten serbu pasar right issue demi dana murah menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Kamis (4/8/2022):

1. Aksi Emiten Serbu Pasar Rights Issue demi Dana Murah

Emiten-emiten tersebut berasal dari berbagai sektor. Sektor keuangan menjadi sektor dengan jumlah emiten terbanyak dalam daftar tunggu tersebut, yakni mencapai 17 emiten. Di posisi kedua dan ketiga ada sektor basic materials sebanyak enam emiten dan consumer cyclicals lima emiten.

Ramainya aksi rights issue ini tampaknya bakal menyaingi realisasi tahun lalu, setidaknya dari sisi jumlah emiten. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2021 lalu, ada 45 emiten yang melakukan rights issue dengan total nilai penggalangan dana mencapai Rp197,27 triliun.

Nilai jumbo rights issue tahun lalu terutama karena aksi merger PT Permodalan Nasional Madani dan PT Pegadaian ke dalam PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). Rights issue tersebut mencapai Rp95,9 triliun. Artinya, Rp101,37 triliun sisanya berasal dari 44 emiten lainnya.

Sementara itu, hingga pekan kedua Juli 2022, sudah ada 13 emiten yang melakukan rights issue dengan total penggalangan dana Rp12,26 triliun. Jika 45 emiten dalam pipeline semuanya merealisasikan rencananya di sisa tahun ini, sudah tentu jumlahnya bakal melampaui realisasi tahun lalu.

2. Manuver Pemda Menaikkan Harga LPG 3 Kg Berisiko

Manuver sejumlah pemerintah daerah yang menaikkan harga eceran tertinggi (HET) liquified petroleum gas atau LPG bersubsidi 3 kilogram patut dipertanyakan, mengingat pemerintah pusat tidak melakukan perubahan harga bahan bakar tersebut.

Apalagi, kebijakan pemda yang menaikkan HET LPG 3 Kg tersebut akan membebani masyarakat karena secara otomatis akan menaikkan harga jual eceran (HJE), yang dikhawatirkan akan mendorong kenaikan harga komoditas lainnya. Dampak lanjutannya, kenaikan HJE LPG 3 Kg akan mengerek laju inflasi pada semester kedua tahun ini.

Sebagai gambaran, tingkat inflasi Juli 2022 tercatat mencapai 4,94 persen (year-on-year/YoY) dan menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2015. Inflasi terus meningkat, bahkan ketika pemerintah sudah menaikkan outlook inflasi tahun ini ke rentang 3,5 persen hingga 4,5 persen.

“Kami akan mengawasi [pemda] karena tidak boleh serta merta begitu [menaikkan harga eceran LPG 3 Kg]. Harus ada kriteria alasannya, kami mau cek ke mereka,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/8/2022).

3. Paradoks Kampanye Perubahan Iklim yang Rugikan Negara Miskin

Negara kaya telah merugikan negara miskin hingga triliunan dolar AS akibat produksi emisinya, sebuah kontradiksi dari kampanye perubahan iklim yang mereka gaungkan.

Pada saat yang sama, banyak perusahaan mulai dari merek fast fashion hingga minyak dan gas (migas) melabeli produk dan proses bisnisnya sebagai sustainable atau berkelanjutan. Mereka menikmati setiap dolar yang didapat dari kantong konsumen melalui kampanye perubahan iklim yang menyesatkan.

Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh ilmuwan dari Dartmouth College, salah satu anggota kumpulan universitas elit Ivy League, mengungkap bahwa ada hubungan secara langsung pemanasan global suatu negara terhadap kerugian dan kerusakan ekonomi negara lainnya.  

Studi ini menemukan bahwa dua ekonomi terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat dan China bertanggung jawab terhadap kerugian pendapatan global masing-masing lebih dari US$1,8 triliun sepanjang periode 25 tahun sejak 1990.

Penelitian ini berusaha membeberkan bahwa negara kaya sebenarnya mendapat keuntungan dari perubahan iklim dan negara miskin yang terpukul akibat produksi emisi gas rumah kaca.

4. Berharap APBN Bisa Terus Jadi Peredam Kejut

Kondisi ekonomi global menimbulkan terjadinya sejumlah “letupan” yang menjadi kejutan (shock) dalam perekonomian. Untungnya, Indonesia bisa meredam agar kejutan global tersebut tidak terlalu dirasakan di dalam negeri. Hal itu tidak terlepas dari fungsi APBN sebagai peredam kejut atau shock absorber. 

APBN telah dimanfaatkan untuk meredam berbagai shock (kejutan) ekonomi yang berlangsung saat ini. Ke depan, APBN diharapkan tetap bisa meredam semua dampak gejolak global agar tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat. 

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mencontohkan, naiknya suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) dan kenaikan suku bunga bank sentral negara Eropa dapat meningkatkan cost of fund. 

"Cost of fund yang meningkat ini akan memengaruhi korporasi dan APBN," kata Suahasil pada hari pertama Bisnis Indonesia Mid Year Economic Outlook 2022: Prospek Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik PascaPandemi, Selasa (2/8/2022).

APBN, ujar Suahasil, berperan penting dalam menjaga perekonomian Indonesia. Dia mengatakan anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN) berperan penting dalam menjaga perekonomian Indonesia dari gejolak ekonomi global.

5. Mengejar Thailand di Puncak Industri Mobil Asia Tenggara

Penjualan mobil di Asean pada paruh pertama tahun ini bertumbuh signifikan 23,2% menjadi 1,65 juta unit. Indonesia memimpin pasar, namun masih kalah dari sisi produksi dari Thailand. 

Berdasarkan data Asean Automotive Federation (AFF), sepanjang paruh pertama 2022 penjualan kendaraan roda empat di Tanah Air sebanyak 475.321 unit. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dari Thailand yaitu 457.622 kendaraan.

Paling banyak selanjutnya adalah Malaysia yang laku 331.386 unit. Lalu, Vietnam sebanyak 201.840 unit, Filipina sebanyak 154.874 unit, Singapura sebanyak 21.965 unit, dan Myanmar sebanyak 5.848 unit.

Indonesia memimpin penjualan mobil di antara negara-negara Asean sejak 2014. Akan tetapi, pandemi Covid-19 membuat penjualan mobil di Indonesia anjlok sehingga Thailand kembali memimpin penjualan mobil di kawasan Asia Tenggara pada 2020.

Akan tetapi, pada tahun berikutnya Indonesia berhasil memacu penjualan mobil hingga berada di atas Thailand. Hal ini di antaranya berkat insentif diskon pajak atas penjualan barang mewah (PPnBM) bagi sederet mobil yang terbilang populer di pasar.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper