Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah mencatatkan pelemahan 4,55 persen (year-to-date/YtD) terhadap dolar Amerika Serikat (US$) hingga 28 Juli 2022. Meskipun begitu, kondisi rupiah dinilai masih lebih baik dari mata uang sejumlah negara tetangga.
Bank Indonesia mencatat, kurs transaksi jual per US$1 mencapai Rp15.095,10 pada 28 Juli 2022. Sementara kurs beli bertengger pada level Rp14.944,90.
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa mata uang di seluruh dunia mengalami tekanan terhadap dolar AS, seiring tingginya ketidakpastian pasar keuangan global dan adanya pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat.
Tekanan turut dirasakan oleh rupiah, yang melemah 4,55 persen (YtD). Meskipun begitu, Sri Mulyani menilai bahwa Indonesia relatif mampu menghadapi tekanan itu karena pelemahan rupiah tak setinggi negara-negara lain.
"Pelemahan 4,55 persen [YtD] dari rupiah lebih baik apabila dibandingkan dengan pelemahan atau depresiasi berbagai mata uang di kawasan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Senin (1/8/2022).
Dia memaparkan bahwa sepanjang tahun berjalan, ringgit Malaysia mengalami pelemahan 6,46 persen, rupee India melemah 6,80 persen, dan baht Thailand yang melemah hingga 9,24 persen.
Tingginya laju inflasi global mendorong banyak negara, khususnya Amerika Serikat, dalam memperketat kebijakan moneter dan menaikkan suku bunga dengan lebih agresif. Menurut Sri Mulyani, hal tersebut menyebabkan terjadinya penarikan dana dari negara berkembang dan memengaruhi kinerja nilai tukar.
Memasuki kuartal III/2022 yaitu pada Juli 2022 hingga 28 Juli 2022 ini, investasi portofolio mencatatkan net outflow US$2,05 miliar. Kondisinya berbanding terbalik dari kuartal II/2022 yang masih mengalami net inflow US$0,2 miliar.
"Ketidakpastian di pasar keuangan global, akibat tingginya inflasi di negara maju dan pengetatan kebijakan moneter, telah mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio, dan ini menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang," kata Sri Mulyani.