Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hitung-hitungan Dampak Ancaman Resesi AS dari Pengusaha Indonesia

Terdapat beberapa dampak dari resesi Amerika Serikat (AS) yang harus diwaspadai Indonesia.
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang Indonesia (Kadin) terus mengawasi bagaimana kondisi terkini Amerika Serikat yang masuk ke jurang resesi serta perlambatan ekonomi China yang sedikit banyak akan berdampak ke ekonomi regional termasuk Indonesia.

Di Amerika Serikat, saat ini terdapat perdebatan mengenai indikator dan kalkulasi bagaimana resesi ini dapat terwujud. Namun, yang jelas terjadi perlambatan ekonomi secara signifikan.

Pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II/2022 kembali terkontraksi dengan produk domestik bruto turun 0,9 persen secara tahunan. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Negeri Paman Sam sudah jatuh 1,6 persen YoY.

Wakil Ketua Kadin Bidang Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Widjaja Kamdani mengatakan ada beberapa dampak yang harus diwaspadai Indonesia. Pertama, skspor Indonesia ke Amerika Serikat akan berkontraksi dikarenakan pelemahan daya beli rumah tangga masyarakat di sana hingga penutupan bisnis yang tentunya berdampak pada neraca perdagangan Indonesia serta yang paling penting penurunan pendapatan eksportir.

“Ini disayangkan karena peningkatan ekspor yang menunjukkan pemulihan ekonomi pada Juni 2022 yang lalu sebesar US$2,46 miliar akan terkontraksi pada bulan ini dan beberapa waktu ke depan,” ujar Shinta kepada Bisnis.com, Minggu (31/7/2022).

Dalam 10 tahun ini, lanjut dia, volume perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat memang berada pada posisi yang stagnan. Oleh karena itu, pihaknya mendorong adanya diversifikasi dari segi komoditas ekspor Indonesia dan juga alternatif rekan dagang di kawasan lainnya termasuk Amerika Latin dan negara-negara sekitar lainnya.

“Dengan begitu, maka ancaman resesi ekonomi AS akan dapat diantisipasi dengan resiko yang lebih rendah. Saat ini, perdagangan dengan China masih stabil, kita perlu memanfaatkan mitra dagang utama Indonesia untuk dapat mendorong penyesuaian permintaan komoditas ekspor kita,” papar Shinta.

Lebih lanjut, Shinta mengatakan laporan terkait resesi ekonomi kali ini mengindikasikan bahwa banyak sekali bisnis yang memutuskan untuk tutup karena secara modal belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19 dalam beberapa tahun terakhir.

“Kami pelaku usaha khawatir bagaimana capital outflow yang akan terjadi di seluruh negara berkembang dan juga emerging market termasuk Indonesia yang berdampak pada nilai suku bunga, inflasi, dan juga nilai tukar,” ujarnya.

Kenaikan suku oleh The Fed akhirnya juga menyebabkan pemberian pinjaman modal semakin mahal dan akibatnya sedikit modal untuk dapat diinvestasikan untuk mendukung operasi bisnis maupun ekspansi usaha.

Dengan begitu, ujar Shinta, investor akan beralih ke aset yang lebih aman dari resiko resesi AS dan akibatnya akan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menyesuaikan suku bunga.

“Banyak pengamat ekonomi memperkirakan bahwa ini akan berdampak langsung pada koreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di dua tahun mendatang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Shinta mengatakan dampak ekonomi dari perang Ukraina dan Rusia yang masih menghantui resesi ekonomi AS juga akan mempengaruhi harga komoditas di pasar global yang semakin fluktuatif.

“Penurunan harga ini tentu mengganggu kestabilan nilai jual produk Indonesia yang akan berdampak kepada pendapatan pajak negara serta perhitungan alokasi APBN. Walaupun pemerintah saat ini menjamin bahwa kondisi fiskal Indonesia masih terpantau aman, kita perlu terus hati-hati mengawasi pergolakan stagnasi ekonomi ini kedepan,” tuturnya.

Di sisi lain, dia juga menyoroti depresiasi nilai tukar rupiah tentunya akan berpengaruh kepada harga bahan baku produksi barang yang diimpor oleh pelaku usaha Indonesia, pemerintah bersama pebisnis perlu sama-sama menjaga bagaimana nilai tukar rupiah dapat memberikan resiko negatif yang lebih rendah.

“Kami perlu bergerak solution-oriented, karena kondisi ini bukanlah sebuah tren baru. Stagnasi ekonomi akan terus berulang-ulang terjadi dengan berbagai faktor pendorong yang bervariasi,” ujarnya.

Kendati demikian, Shinta menyatakan optimistis Indonesia dapat menghadapi resesi ekonomi AS tersebut. Hal ini terutama rangkaian kunjungan Presiden Jokowi dan beberapa Menteri ke beberapa negara di Asia Timur, termasuk Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan dalam penandatanganan berbagai kesepakatan dengan Indonesia dalam memperkuat kerjasama ekonomi.

“ Tidak dapat berhenti di kawasan Asia Timur, manuver ini juga perlu kita perluas di kawasan ekonomi strategis lainnya di seluruh dunia,” paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper