Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta hati-hati terkait stok minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada Juli ini yang mencapai 8,1 juta ton. Apabila, stok sebesar itu dilepas begitu saja akan berdampak terpukulnya harga CPO dunia.
Dilihat dari data Bursa Malaysia Derivatives Berhad (BMD) pada Senin (18/7/2022), hingga pukul 13.09 WIB menunjukkan harga CPO kontrak September 2022 menjadi 3.797 MYR per ton atau jatuh kurang lebih 7 persen dalam dua minggu terakhir.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung mengatakan pemerintah harus mempercepat mandatori Biodiesel 30 persen (B30) atau B40. Bahkan jika perlu ke B75 secara parsial agar pasokan CPO tidak mengalir drastis ke pasar global.
“Ini semua harus dilakukan dalam menghadapi resesi dunia dan inflasi yang berlangsung saat ini. saat ini BBM mahal di dunia sedangkan CPO sangat murah,” ujar Tungkot dalam diskusi virtual bertema “Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara”, Kamis (21/7/2022).
Dia menilai stok CPO sebesar 8,1 juta tersebut tidak normal. Sebab, pada kondisi biasanya, stok minyak sawit Indonesia rata-rata 3 juta ton. Hal inilah yang membuat harga minyak sawit anjlok belakangan ini.
Menurut dia, stok CPO yang melimpah tersebut akibat dampak dari berubah-ubahnya kebijakan pemerintah terhadap industri minyak sawit, khususnya dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng.
“Dengan banyaknya kebijakan pemerintah dalam enam bulan terakhir membuat stok minyak sawit Indonesia melimpah. Biasanya 3 juta ton sekarang pada Juli 8,1 juta ton. Ini yang membuat harga minyak sawit internasional turun,” ujar Tungkot.
Setelah relaksasi pungutan ekspor (PE) CPO yang Rp0, Tungkot menyarankan agar domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) dihapus. Hal tersebut dinilai memperlambat ekspor.
“Seharusnya DMO itu direlaksasi dalam dua bulan ini dan DPO jangan diberlakukan lagi, tidak ada gunanya,” tutur Tungkot.