Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pungutan Ekspor Sawit Dihapus, Akademisi: Ekspor CPO Belum Tentu Lancar

Kebijakan menggratiskan pungutan ekspor sawit hingga Agustus 2022 dikhawatirkan tidak dapat berjalan optimal karena batas waktu yang terlalu sempit.
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets

Bisnis.com, JAKARTA – Akademisi khawatir ekspor CPO masih tidak akan berjalan lancar meski pemerintah memutuskan untuk menghapus tarif pungutan ekspor sawit dan turunannya. 

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.115/2022. Beleid tersebut mengatur perubahan tarif pungutan ekspor (PE) terhadap minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, antara lain tandan buah segar, biji sawit, kelapa sawit, bungkil, CPO, palm oil, used cooking oil, dan fruit palm oil.

Guru Besar IPB University Bayu Krisnamurthi menyampaikan tentu menjadi kabar baik adanya penurunan besaran pungutan ekspor karena akan memberi insentif bagi eksportir.

“Bagaimanapun berkurangnya sekitar US$200, itu akan memberi insentif bagi eksportir. Dan ada waktu 1,5 bulan sebagai window of opportunity untuk melakukan ekspor,” ujarnya, Minggu (17/7/2022). 

Sebelumnya, PE dipatok sebesar US$200 per ton. Artinya, dengan perubahan tarif tersebut menjadi Rp0 atau gratis, menurut Bayu dapat menjadi sarana negosiasi dengan pembeli sehingga produk dalam negeri dapat lebih murah dari harga internasional.

Sayangnya, pemberlakuan pungutan ekspor Rp0 yang mulai berlaku sejak 15 Juli - 31 Agustus 2022 atau sekitar 1,5 bulan tersebut menjadi waktu yang sempit bagi eksportir dalam melakukan ekspor. 

Hal yang menjadi masalah, yakni setidaknya butuh waktu satu hingga dua bulan untuk setidaknya menjadi pembeli, kapal, dan bongkar muat barang ekspor.

“Saya kira harus bersiap jika ekspor ternyata tidak berjalan lancar,” ujarnya.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pun turut melihat masih banyak hambatan dalam melakukan ekspor CPO dan turunannya.

Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono mengatakan perlu waktu yang lebih banyak dalam melakukan ekspor akibat keterbatasan kapal pengangkut.  

“Eksportir butuh kepastian izin ekspor satu sampai dua bulan sebelumnya, ini untuk mengatur kapal. Sebab kondisi saat ini kapal masih juga sulit,” jelasnya, Minggu (17/7/2022).

Oleh karena itu, Eddy pun meminta setidaknya peraturan terbaru tersebut diikuti dengan kemudahan ekspor sehingga CPO dapat segera keluar dan tangki dapat kembali kosong.

Dalam beleid terbaru tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan setelah berakhir masanya atau per 1 September 2022, pihaknya merencanakan akan menerapkan tarif progresif untuk komoditas tersebut.

"Artinya, jika harga CPO rendah maka tarif pajak juga akan sangat rendah. Di sisi lain, jika harga naik maka tarif akan ikut naik," kata Sri Mulyani seusai melakukan konferensi pers tentang hasil Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) G20 Indonesia di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper