Bisnis.com, NUSA DUA – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan kebutuhan dana yang harus ditanggung APBN untuk mengurangi emisi karbon mencapai Rp3.500 triliun.
Hal itu diungkapkan Sri Mulyani disela rangkaian kegiatan Road to G20 bertajuk "Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia" yang terselenggara atas kolaborasi PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) di Nusa Dua, Rabu (13/7/2022)
“Jadi berapa dana yang dibutuhkan untuk kita dapat terus meningkatkan produksi listrik sementara saat bersamaan juga menekan emisi karbon? Ini cukup mencengangkan yakni sekitar US$243 miliar atau sekitar Rp3500 triliun. Lalu apa artinya, BU? sementara APBN kita hanya sekitar Rp3000 triliun,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan besar terutama bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk dapat memproduksi lebih banyak listrik. Namun, lanjutnya, pada saat bersamaan juga rendah karbon.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menilai perlu dana yang besar, teknologi, dan kebijakan yang memungkinkan pembiayaan termobilisasi ke transisi energi hijau. Meski demikian, Menkeu memastikan tidak akan bisa terealisasi hanya dengan mengandalkan APBN sehingga perlu adanya sumber dana lain.
"Pemerintah memainkan peranan penting, tetapi bukan hanya menjadi sumber tunggal. Peran sektor swasta, lembaga internasional menjadi sangat penting," tegasnya.
Special Mission Vehicle
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Edwin Syahruzad menyatakan bahwa SMI sebagai special mission vehicle Kementerian Keuangan mendukung penuh upaya pemerintah dalam mendorong pembangunan berkelanjutan.
Salah satu caranya dengan mengakselerasi program pembangunan nasional berkelanjutan di berbagai sektor lewat produk-produk keuangan berkelanjutan.
“PT SMI hingga kini telah membiayai proyek-proyek energi terbarukan yang tersebar di tanah air dengan total komitmen sebesar US$480 juta, terdiri dari berbagai teknologi energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air, solar PV, pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit listrik tenaga biomassa dan panas bumi,” kata Edwin.
Melalui platform blended finance yaitu SDG Indonesia One, PT SMI mengelola platform fasilitas blended finance, dengan sumber dana yang berasal dari berbagai organisasi multilateral, yang memiliki urgensi yang sama untuk keberlanjutan planet ini.
Pada 2022, PT SMI bekerja sama dengan Climate Bonds Initiatives dan Asian Development Bank, meluncurkan laporan Peluang Investasi Infrastruktur Hijau atau Laporan GIIO 2022. Laporan ini bertujuan untuk mempromosikan infrastruktur hijau dan proyek berkelanjutan bagi investor global.
Menurutnya, implementasi keuangan berkelanjutan dapat diselesaikan melalui berbagai cara. Dalam keuangan berkelanjutan, ada bagian dari pendanaan iklim yang berfokus pada pengurangan emisi.
PT SMI saat ini telah memasuki bidang pendanaan iklim untuk mendukung peran pemerintah dalam mendukung pengurangan emisi mulai dari nasional, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada upaya bersama untuk keberlanjutan secara global.
“Dalam pembiayaan iklim itu sendiri, kita bisa memulai fokus dari tahap awal yaitu transisi. Perubahan itu mudah, transisi itu sulit,” ujarnya.
Oleh karena itu, PT SMI memilih untuk mengambil tindakan untuk membantu fase transisi melalui pembiayaan transisi energi sebagai pembiayaan yang bertujuan untuk memfasilitasi transisi energi secara cepat.
Salah satu hal yang akan segera diperkenalkan dengan antusias adalah platform negara Energy Transition Mechanism (ETM). Menurutnya, ETM merupakan kombinasi sektor publik dan swasta bersama-sama, untuk memberikan dukungan pengelolaan dana dalam kegiatan Transisi Energi.
“Keterlibatan swasta untuk turut berkomitmen dan mendukung agenda tersebut sangat diapresiasi,” katanya.