Bisnis.com, BALI – Bank Indonesia (BI) mengambil ancang-ancang untuk menyesuaikan tingkat suku bunga acuan apabila terjadi peningkatan pada inflasi inti. Upaya ini merupakan bauran kebijakan bank sentral untuk menjaga stabilitas makro dan memfasilitasi pemulihan ekonomi.
Hingga Mei 2022, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi sebesar 0,40 persen secara bulanan atau secara tahunan sebesar 3,55 persen. sementara itu, inflasi inti tercatat masih terjaga di level 2,58 persen secara tahunan.
Deputi Gubernur BI Juda Agung menuturkan bahwa inflasi yang meningkat didorong oleh tekanan dari sisi penawaran sebagai akibat wajar dari kenaikan harga komoditas internasional. Adapun, inflasi inti masih berada dalam sasaran bank sentral.
“BI akan tetap mewaspadai tekanan inflasi dan dampaknya terhadap ekspektasi inflasi, serta siap menyesuaikan tingkat suku bunga jika ditemukan tanda-tanda peningkatan inflasi inti,” ujarnya dalam rangkaian pertemuan ketiga Finance Ministers Central Bank Governor (FMCBG), di Nusa Dua, Bali, pada Rabu (13/7/2022).
Sementara itu, inflasi volatile food (VF) yang meningkat dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan kendala sisi penawaran akibat cuaca buruk. Tekanan inflasi pada administered prices (AP) juga tetap tinggi karena dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan energi.
Juda mengatakan bahwa kondisi dunia saat ini menghadapi risiko stagflasi yang serius. Dampak pandemi Covid-19, diikuti ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang sedang berlangsung mewujud dalam prospek pertumbuhan global baru-baru ini.
Baca Juga
Pada Juni 2022, Bank Dunia telah merevisi proyeksi pertumbuhan global sepanjang tahun ini menjadi 2,9 persen. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi hanya sekitar 3 persen.
“Pengetatan kebijakan moneter yang agresif untuk mengatasi inflasi di beberapa negara maju, telah memperketat kondisi keuangan global dan telah mendorong volatilitas pasar baru-baru ini.”
Meski demikian, Juda menilai pemulihan ekonomi Indonesia tetap terjaga. Hal ini ditopang oleh permintaan domestik dan ekspor yang terus meningkat. Di sisi lain, pemulihan juga didukung oleh likuiditas yang cukup dan pemulihan pertumbuhan kredit.
“BI memperkirakan pemulihan ekonomi domestik akan terus berlanjut, didukung oleh mobilitas yang meningkat, sumber pembiayaan dan kegiatan usaha, serta dibarengi dengan kinerja ekspor.”
Juda menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan tersebut, bauran kebijakan bank sentral saat ini ditujukan untuk menjaga stabilitas makro, memfasilitasi pemulihan ekonomi, dan menavigasi ekonomi dan keuangan digital.
Dari sisi moneter, Rapat Dewan Gubernur memutuskan mempertahankan suku bunga. Bank sentral juga menjaga kecukupan likuiditas guna mendukung pembiayaan perekonomian dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Selain itu, kata Juda, kebijakan makroprudensial tetap akomodatif untuk mendorong pembiayaan perekonomian dan mengatasi scarring effect perekonomian. Kebijakan stabilisasi nilai tukar juga diarahkan untuk mencapai stabilitas rupiah guna mengendalikan inflasi.