Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Korea Selatan menaikkan suku bunga acuan 0,5 poin persentase pada Rabu (13/7/2022) untuk melawan tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi dan komoditas.
Dilansir dari Yonhap, dewan kebijakan moneter Bank of Korea (BOK) mengadakan pertemuan penetapan suku bunga pada hari sebelumnya dan memutuskan untuk menaikkan 7-Day Repo Rate dari 1,75 persen menjadi 2,25 persen.
Ini menandai kenaikan suku bunga besar-besaran pertama BOK dan kenaikan keenam sejak Agustus tahun lalu, ketika bank sentral mulai mengurangi kebijakan moneter yang mudah yang diberlakukan selama sekitar dua tahun untuk meningkatkan ekonomi Korsel yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Kenaikan suku bunga terjadi setelah bank sentral menaikkan suku bunga 0,25 poin persentase berturut-turut baik di bulan April dan Mei, dan mewakili pertama kalinya suku bunga acuan naik tiga kali berturut-turut.
Kenaikan ini sejalan dengan proyeksi 15 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg yang memperkirakan langkah kenaikan 50 basis poin, sementara empat memperkirakan kenaikan 25 basis poin.
Investor pasar saham mengambil kenaikan suku bunga yang diharapkan dengan tenang. Indeks Kospi memperpanjang kenaikannya hingga 0,9 persen karena investor asing secara tajam mengurangi penjualan bersih.
Baca Juga
Analis pendapatan tetap Shinyoung Securities Cho Yong-gu mengatakan ini adalah kampanye habis-habisan bank sentral Korsel untuk melawan inflasi yang menjulang tinggi.
"Tapi kenaikan semacam ini kemungkinan hanya sekali, dengan BOK kembali ke kenaikan kecil setelahnya," ungkap Cho seperti dikutip Bloomberg, Rabu (13/7/2022).
Cho memperkirakan BOK mempertimbangkan untuk mendorong suku bunga menjadi 3 persen atau tepat di bawahnya untuk mengendalikan tekanan inflasi, meskipun tingkat netral untuk ekonomi akan berada di kisaran awal 2 persen.
Korsel telah bergulat dengan tekanan inflasi yang meningkat pesat di tengah melonjaknya harga energi dan komoditas yang disebabkan oleh pulihnya permintaan dari pandemi dan gangguan rantai pasokan yang berkepanjangan. Krisis ini diperparah oleh perang yang sedang berlangsung di Ukraina.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Korsel melonjak 6 persen pada Juni lalu dari tahun sebelumnya. Ini menjadi kenaikan inflasi paling tajam sejak November 1998. Saat itu, inflasi mencapai 6,8 persen ketika Korsel berada di tengah krisis keuangan Asia 1997-98.
Pemerintah memperkirakan inflasi Korsel akan bertahan di kisaran 6 persen untuk saat ini.
Pada bulan Mei, BOK merevisi proyeksi pertumbuhan inflasi Korsel tahun 2022 menjadi 4,5 persen dari 3,1 persen tiga bulan sebelumnya dan baru-baru ini mengatakan laju kenaikan bisa lebih cepat dari yang diantisipasi sebelumnya.