Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri Luhut Tagih Komitmen Negara Maju Tekan Emisi Karbon

Luhut Pandjaitan akan segera menagih kontribusi negara-negara kaya dalam upaya pengurangan emisi karbon.
Asap membubung dari cerobong-cerobong asap sebuah pabrik pemanas di Jilin, China/Reuters
Asap membubung dari cerobong-cerobong asap sebuah pabrik pemanas di Jilin, China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan akan segera menagih kontribusi negara-negara kaya dalam upaya pengurangan emisi karbon.

Dia menilai negara-negara maju justru membebani negara berkembang, seperti Indonesia, untuk mengurangi emisi karbon.

Menurut Luhut, capaian transisi ke energi bersih antara Indonesia [negara berkembang] dengan negara-negara maju sangat timpang. Di sisi lain, saat emisi yang dihasilkan negara maju masih lebih tinggi, negara-negara berkembang seperti Indonesia diminta untuk segara bertransisi.

"Jadi saya mau ketemu mereka di Bali nanti, saya bilang, 'Mana uangmu? Taruh sini. Kami sudah siap.' Jadi kita menantang dia [negara-negara maju]," tuturnya pada saat acara peresmian tampilan baru Grab Electric, Selasa (12/7/2022).

Luhut menegaskan bahwa proses transisi akan dijalankan beriringan dengan misalnya pembangunan kawasan industri hijau (Green Industrial Park di Kalimantan Utara) senilai US$132 miliar, serta penyediaan kendaraan bertenaga listrik.

Luhut mengatakan saat ini tengah mengembangkan pilot project tersebut dengan sejumlah kementerian/lembaga dengan menggaet Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi/BKPM, dan PT PLN (Persero).

"Kami mungkin ingin mengusulkan pembuatan sejumlah pilot project kendaraan EV (electric vehicle) atau kendaraan listrik, dan itu bisa dikonversi dengam baterai listrik buatan dalam negeri. Dalam 2,5 tahun apabila bisa kita buat, itu bagus," katanya.

Luhut menyebut pilot project kendaraan listrik itu bisa dilakukan di beberapa destinasi wisata yakni Bali, Borobudur, dan juga beberapa destinasi wisata.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menagih janji negara-negara maju yang akan membantu memberi kucuran dana US$100 miliar, atau setara dengan Rp1,4 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk penanganan perubahan iklim, seperti mempercepat transisi energi ke energi baru terbarukan (EBT).

Sayangnya, janji tersebut masih belum terealisasi hingga sekarang. Untuk itu, sejalan dengan peran Presidensi G20, Indonesia akan memanfaatkan forum tersebut untuk mendiskusikan kembali mengenai bantuan yang dijanjikan, sehingga realisasi percepatan transisi energi di Indonesia dapat segera terlaksanakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah menyinggung hal tersebut di beberapa forum internasional. Dia menyebut pemberian dana sebesar US$100 miliar itu, sebagai salah satu poin Perjanjian Paris, sampai saat ini belum terealisasikan.

"[Salah satu poin dalam Perjanjian Paris] negara maju berjanji membayar US$100 miliar per tahun yang digunakan untuk membantu negara-negara berkembang dalam melakukan mitigasi dan adaptasi [dalam langkah penekanan dampak krisis iklim]. Sampai hari ini mereka tidak membayar. Ini jadinya [Perjanjian Paris] sudah mulai sejak kapan," ujar Sri Mulyani pada November 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper