Bisnis.com, JAKARTA — Perang Rusia vs Ukraina yang terus terjadi membawa efek domino terhadap perekonomian, mulai terhadap ekspor hingga ketahanan pangan.
Serangan Rusia ke Ukraina yang membawa efek berantai itu bahkan menjadi perbincangan utama dalam pertemuan para menteri keuangan negara G20 Indonesia.
Berdasarkan Kajian Tengah Tahun Institute for Development of Economics and Finance (Indef), perang Rusia vs Ukraina disinyalir berpengaruh sangat besar terhadap pemangkasan pertumbuhan ekonomi global. Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, dari semula 4,1 persen menjadi hanya 2,9 persen.
Indef menilai bahwa invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan adanya pembatasan akses gas, minyak, dan komoditas, sehingga imbasnya terjadi kenaikan harga energi, komoditas, hingga pangan. Kondisi itu tidak hanya mengganggu perekonomian di wilayah Eropa Timur, tetapi juga terhadap dunia secara keseluruhan.
"Perang Rusia-Ukraina menyebabkan gangguan yang lebih besar terhadap rantai pasok global. Akibatnya, prospek pemulihan ekonomi sangat bergantung pada durasi perang kemampuan mengatasi gangguan aliran komoditas," tertulis dalam keterangan resmi Kajian Tengah Tahun Indef, dikutip pada Sabtu (9/7/2022).
Indef menyebut bahwa disrupsi rantai pasok global menggerek kenaikan harga komoditas, sehingga menyebabkan inflasi tinggi di banyak negara. Sayangnya, di tengah berbagai keterbatasan pasokan barang saat rantai pasok terhambat, banyak negara yang justru melakukan pembatasan ekspor.
Baca Juga
"Alih-alih melakukan promosi ekspor, kini banyak negara yang melakukan restriksi ekspor, khususnya terhadap produk pangan. Restriksi ekspor ini diduga kuat karena setiap negara ingin mengutamakan pemenuhan pasokan domestiknya di tengah carut marut rantai pasok. Akibatnya, supply bahan baku impor untuk industri terancam langka," tertulis dalam kajian Indef.
Berdasarkan kajian Indef, ketergantungan Indonesia pada impor gandum, kedelai, daging, farmasi, energi, dan mesin berteknologi tinggi akan berdampak terhadap naiknya biaya produksi. Indef menilai bahwa perlu adanya pembenahan serius oleh pemerintah agar perekonomian bisa kuat bertahan di segala situasi.
Indef berkaca dari kinerja ekspor Indonesia yang mengalami penurunan setelah invansi Rusia ke Ukraina, sebagai 'alarm' penurunan permintaan global. Nilai ekspor Indonesia pada Mei 2022 mencapai US$21,51 miliar atau turun 21,29 persen dibanding April 2022.
Beruntungnya, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada Januari—Mei 2022 mencapai US$114,97 miliar atau naik 36,34 persen dibanding periode yang sama tahun 2021.
Menurut Indef, kenaikan ekspor periode Januari—Mei 2022 itu antara lain disebabkan oleh low base effect. Artinya, kinerja ekspor tahun lalu merupakan kondisi lebih rendah dibandingkan kondisi saat ini.
"Oleh karena itu, penurunan kinerja ekspor di Mei 2022 perlu menjadi alarm kewaspadaan akan mulai menyusutnya permintaan global," tertulis dalam kajian itu.