Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bersama DPR mengusulkan mekanisme berbagi beban atau burden sharing yang dilakukan saat pandemi Covid-19 bisa terus dijalankan. Usulan tersebut tertuang dalam RUU tentang Pengemabngan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan.
Kendati demikian, pengamat menilai usulan tersebut dikhawatirkan dapat menggerus independensi bank sentral, yakni Bank Indonesia (BI).
"Jelas. RUU PPSK ini menggerus independensi bank sentral," kata Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat kepada Bisnis, Rabu malam (6/7/2022).
Menurutnya, BI harus tetap diberikan independensi dan juga diberikan transparansi terkait program-program pemerintah tersebut.
Dia mengatakan kepatian tersebut dilakukan agar BI tak hanya dijadikan 'sapi perah' pembangunan.
"Saya dukung RUU PPSK dilakukan dimana bank sentral harus memiliki tugas-tugas pertumbuhan yang lebih riil tanpa harus kehilangan independensinya," pungkasnya.
Baca Juga
Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, mekanisme burden sharing abadi tersebut perlu dijelaskan lebih mendetail, terutama dari mekanisme burden sharing yang dimaksud.
Pasalnya, menurut Yusuf, BI telah ikut menanggung ataupun membeli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah. Secara tidak langsung, kata dia, BI telah berkontribusi terhadap aktivitas perekonomian Indonesia yang dilakukan dari sisi kebijakan fiskal.
"Tentu memang perlu ditelisik lebih jauh urgensi dari penerapan burden sharing secara keseluruhan dengan periode waktu yang lebih panjang," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan dan BI menetapkan mekanisme burden sharing guna menangani dampak Covid-19 di Indonesia dan pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan landasan hukum yang digunakan yaitu Undang-undang Nomor 2 tahun 2020, Undang-Undang Bank Indonesia, Undang-Undang mengenai Surat Utang Negara (SUN), dan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).