Bisnis.com, JAKARTA – Langkah pemerintah memasukkan layer baru cukai rokok kemenyan (KLM) dengan produksi lebih dari 4 juta batang dinilai sebagai langkah adil bagi industri tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, sebelumnya ada gap yang cukup dalam antara cukai rokok KLM dan rokok di sejumlah segmen lain yang lebih populer.
"Sebelumnya ada gap cukai antara rokok kemenyan dan rokok di segmen lebih populer. Kalau cukai dinaikkan, jadi lebih adil bagi pelaku industri," kata Faisal kepada Bisnis, Kamis (7/7/2022).
Mengacu kepada PMK No. 109/2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, untuk pengusaha pabrik rokok kemenyan golongan I dikenakan cukai senilai Rp440 per batang dengan harga jual paling rendah Rp780 per batang.
Dibandingkan dengan produk jenis sigaret putih mesin (SPM) golongan I, cukai KLM di golongan yang sama sebenarnya masih jauh lebih rendah.
SPM golongan I dikenakan cukai senilai Rp1.065 per batang dengan harga jual batangan paling rendah Rp2.005.
Sementara itu, untuk rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dikenakan cukai Rp985 per batang dengan harga jual paling rendah Rp1.905 per batang.
Sebagai informasi, untuk jenis SKM dan SPM, pengusaha rokok golongan I merupakan pengusaha yang memproduksi lebih dari 3 miliar batang.
"Dengan logika keadilan itu, mestinya semua jenis rokok harus dikenakan cukai tanpa ada gap yang terlalu jauh," sambungnya.
Namun, Faisal menilai aturan baru ini juga memberikan efek samping bagi Industri rokok. Salah satunya, menurunkan daya beli masyarakat kalangan bawah terhadap barang-barang kebutuhan lain.
"Kalau harganya naik, perokok cenderung akan mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan yang lain demi membeli rokok. Hal ini perlu dicermati oleh pemerintah ke depan," jelasnya.