Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) angkat suara terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng curah dinilai menyulitkan pembeli.
Menurut Zulhas, jika ada masyarakat yang ingin membeli minyak goreng curah, tapi tidak bisa menggunakan PeduliLindungi, maka cukup memakai Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Jangan dibesar-besarkan, cari yang mudah. Kalau mudah, pakai, tapi kalau susah cukup foto copy KTP. Kalo susah emak-emak repot bawa KTP cukup itu PeduliLindungi,” ujar Zulhas saat ditemui awak media di Pasar Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (5/7/2022).
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar sosialisasi dan transisi pembelian Minyak Goreng Curah Rakyat (MCGR) dengan aplikasi PeduliLindungi diperpanjang menjadi tiga bulan.
Hal itu dilakukan lantaran masih banyak pengecer resmi yang telah terdaftar di aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah 2.0 (Simirah 2.0) maupun Pelaku Usaha Jasa Logistik dan Eceran (PUJLE) yang belum mengunduh QR Code PeduliLindungi.
“Saya juga minta masa transisi dan sosialisasi penggunaan PeduliLindungi yang tadinya 2 minggu, bisa diperpanjang selama 3 bulan. Kita harus memahami proses adaptasi yang masih dibutuhkan oleh teman-teman di lapangan," kata dalam rapat evaluasi kebijakan pengendalian minyak goreng, Jumat (1/7/2022), sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (2/7/2022).
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menilai kebijakan pemerintah yang melakukan uji coba pembelian minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg lewat aplikasi pelacakan Peduli Lindungi tidak konsisten.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi Sarijowan mengatakan penggunaan PeduliLindungi untuk membeli migor curah akan menyulitkan masyarakat karena mengharuskan adanya akses internet.
Padahal, dia menilai minyak goreng merupakan kebutuhan bahan pokok dan menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng. Dia juga menjelaskan ketika masyarakat ke pasar tradisional, belum tentu membawa ponsel pintar.
“Maka kami mendorong pemerintah untuk mengkaji kembali, sosialisasi dan edukasi dulu yang masif seluruh masyarakat dan pasar tradisional di Indonesia. Baru diterapkan kebijakan ini, kebalik pemerintah. Kebijakan dulu baru dipikirkan nanti dilapangkan," ujarnya, Senin (27/6/2022).