Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas Efek Domino Inflasi & Krisis Energi! Produsen di Inggris Bakal Kerek Harga

Makin banyak perusahaan di Inggris berencana menaikkan harga dalam tiga bulan ke depan, menurut survei dari Kamar Dagang Inggris.
Warga Inggris mengisi bahan bakar di salah satu stasiun pengisian bahan bakar./Bloomberg
Warga Inggris mengisi bahan bakar di salah satu stasiun pengisian bahan bakar./Bloomberg

Bisnis.com JAKARTA – Warga Inggris diperkirakan merasakan efek domino dari inflasi dan kenaikan harga energi karena banyak produsen berencana menaikkan harga dalam tiga bulan ke depan.

Dilansir dari Bloomberg, Kamar Dagang Inggris (BCC) melaporkan dalam survei kuartalannya bahwa ada sinyal peringatan seiring dengan pelemahan penjualan dan kepercayaan konsumen. Tiga dari empat perusahaan mengatakan mereka tidak memiliki rencana untuk meningkatkan investasi, dan lebih dari seperempat memprediksi penurunan laba.

Survei tersebut menunjukkan tingkat inflasi tertinggi dalam empat dekade kemungkinan akan naik lebih jauh karena perusahaan akan membebankan lonjakan biaya energi, bahan bakar, dan kenaikan upah kepada konsumen. Ada kekhawatiran bahwa pukulan terhadap investasi bisnis dan belanja konsumen dapat mengarahkan ekonomi ke dalam resesi.

Direktur Jenderal BCC Shevaun Haviland mengatakan ada sinyal merah dalam indikator ekonomi asosiasi karena hampir setiap indikator mengalami penurunan sejak survei terakhir di bulan Maret.

“Kepercayaan bisnis telah terpukul secara signifikan dan kekhawatiran atas inflasi dan tekanan biaya berada pada rekor tertinggi baru,” tulis Haviland seperti dikutip Bloomberg, Senin (4/7/2022).

Selain itu, prospek kenaikan harga lebih lanjut meningkatkan kekhawatiran baha Bank of England akan melanjutkan kenaikan suku bunga kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghentikan laju inflasi yang diperkirakan dapat menyentuh dua digit.

Hampir dua pertiga perusahaan berencana menaikkan harga produk naik dalam tiga bulan ke depan, proporsi tertinggi sejak survei pertama kali pada tahun 1997. Jumlah ini meningkat menjadi hampir 80 persen di segmen ritel dan grosir, konstruksi dan teknik, serta sektor produksi dan manufaktur.

Sebagai tanda tekanan luas pada perusahaan, responden survei menyebutkan harga energi yang lebih tinggi, upah, bahan bakar, dan biaya bahan baku sebagai alasan kenaikan harga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper