Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Juni 2022 mencapai 0,61 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyampaikan peningkatan tersebut terutama didorong oleh kendala pasokan pangan, terkait cuaca dan masalah pada rantai pasokan dan jalur distribusi, serta permintaan pangan yang solid selama masa pemulihan ekonomi.
Beberapa negara juga memberlakukan pembatasan ekspor pada bahan makanan dan pupuk, sehingga memperburuk masalah kendala pasokan.
Secara tahunan, inflasi pada Juni 2022 mencapai 4,35 persen (year-on-year/yoy). Capaian tersebut melampaui target inflasi Bank Indonesia (BI) sebesar 2-4 persen, sehingga dinilai akan memberikan tekanan bagi BI untuk menyesuaikan suku bunga acuan pada semester Ii/2022.
Namun demikian, tingkat inflasi inti masih tercatat rendah pada level 2,63 persen yoy. “Ini bisa menjadi alasan utama mengapa BI terus mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini untuk beberapa waktu,” katanya, Jumat (1/7/2022).
Faisal memperkirakan inflasi akan meningkat secara substansial dan fundamental pada semester II/2022 di tengah membaiknya permintaan.
Baca Juga
Permintaan akan meningkat terutama seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi, sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat di tengah pelonggaran PPKM yang meningkatkan peredaran uang.
Sementara itu, pemerintah telah memutuskan untuk memompa subsidi tambahan untuk energi sehingga menahan risiko inflasi dari inflasi harga yang diatur pemerintah (administered prices), meski inflasi pangan cenderung terus meningkat di tengah isu ketahanan pangan global.
“Hal ini akan mendorong kenaikan cost-push inflation, sehingga meningkatkan risiko inflasi dari inflasi harga bergejolak [volatile food],” jelasnya.
Secara keseluruhan, Faisal memperkirakan tingkat inflasi akan mencapai di atas 4 persen pada akhir 2022, maksimum mendekati 4,60 persen.
“Oleh karena itu, kami masih memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan hingga 75 basis poin pada semester II/2022,” kata Faisal.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan laju inflasi ke depan akan sangat dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas hingga akhir tahun dan potensi krisis pangan yang saat ini tengah melanda global.
Menurutnya, mitigasi yang dapat dilakukan pemerintah tentunya memantau kebutuhan konsumsi untuk bahan pangan strategis sampai dengan akhir tahun.
“Hal ini bisa dilihat dari kebutuhan ataupun jumlah produksi yang bisa dihasilkan di dalam negeri sampai dengan akhir tahun dan bisa dilengkapi dengan kebijakan lain seperti misalnya melakukan pengawasan alur distribusi serta melakukan impor untuk beberapa komoditas pangan yang tidak bisa dipenuhi sampai dengan akhir tahun nanti,” katanya.
Dia menambahkan, daya beli untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah juga perlu diperhatikan apabila inflasi melebihi angka 4 persen.
“Bahkan misalnya menyentuh 5 persen, maka pertimbangan untuk menambah bantuan sosial terutama untuk kelompok kelas menengah ke bawah bisa dipertimbangkan untuk dilakukan oleh pemerintah, apalagi melihat dari proyeksi defisit anggaran yang masih berada pada kisaran target,” tuturnya.