Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menawarkan peluang investasi untuk mengembangkan sektor energi, khususnya minyak dan gas (migas) kepada Norwegia. Hal ini dilakukan untuk mendukung program transisi energi.
Ajakan untuk Pemerintah Norwegia investasi migas ini disampaikan Pemerintah Indonesia dalam acara acara The 9th Indonesia-Norway Bilateral Energy Consultation (INBEC) di Oslo, Norwegia, Senin (13/6/2022).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM yang juga merupakan Ketua Delegasi RI, Tutuka Ariadji menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia sangat serius dalam menggalakkan penggunaan teknologi bersih di sektor migas, serta mendorong investasi di bidang listrik dan energi terbarukan untuk meningkatkan pangsa EBT dalam bauran energi nasional.
“Norwegia memiliki teknologi dan pengalaman di sektor energi. Dan ini menjadi sumber kerja sama yang kuat antara Indonesia dan Norwegia," kata Tutuka dalam keterangan pers, dikutip Kamis (16/6/2022).
Dia menuturkan bahwa hubungan bilateral Indonesia-Norwegia di bidang energi dimulai tahun 1995 yang ditandai dengan penandatanganan MoU antara Menteri Pertambangan dan Energi RI dengan Menteri Industri dan Energi Kerajaan Norwegia.
Dalam MoU yang ditandatangani di Jakarta tersebut, kedua negara sepakat untuk mengadakan konsultasi energi bilateral setiap dua tahun untuk meningkatkan kerja sama energi. Kedua belah pihak berkolaborasi dalam menyelenggarakan seminar dan pertemuan bisnis di Indonesia. Norwegia juga mengundang Indonesia untuk berpartisipasi dalam konferensi dan pameran migas internasional terbesar Norwegia yaitu The Offshore Northern Seas.
Melalui pertemuan-pertemuan tersebut, lanjut Tutuka, pihak Indonesia banyak belajar dari Norwegia dalam mengembangkan sektor energi.
Tutuka mengatakan bahwa Indonesia memandang Norwegia sebagai teman lama yang selalu bersedia berbagi pengalaman dan keahlian di sektor energi. Kedua belah pihak tidak hanya mempromosikan kerja sama G to G, tetapi juga kolaborasi B to B seperti kolaborasi Pertamina dan Aker Solution dalam proyek joint industrial project pengembangan teknologi membrane subsea system.
“Oleh karena itu, dalam konsultasi energi bilateral hari ini, pihak Indonesia ingin menyampaikan terima kasih kepada Norwegia karena selalu menjadi mitra yang baik bagi Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut Tutuka menyampaikan, banyak perubahan situasi dan kondisi yang terjadi sejak pertemuan terakhir tahun 2017. Tren saat ini adalah transisi energi.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia telah mulai merumuskan roadmap Net Zero Emission (NZE) mulai tahun 2021 dengan pengurangan emisi sebesar 314 juta ton CO2e pada tahun 2030 dan 1,526 juta ton CO2e pada tahun 2060.
Selain itu, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan beberapa program untuk menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Pengembangan dan pemanfaatan energi bersih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi pada masa transisi energi.
"Untuk mendukung transisi energi ini, dibutuhkan kolaborasi. Indonesia melihat Norwegia sebagai salah satu mitra penting bagi Indonesia dalam mengembangkan energi karena teknologi migas dan EBT Norwegia telah berkembang pesat dan terus berinovasi untuk mendorong energi bersih," ujarnya.
Pada tahun 2022, Indonesia berkesempatan menjadi Presidensi G20 dan mengharapkan kolaborasi dengan berbagai negara untuk mendukung transisi energi.
“Kami percaya bahwa kerja sama bilateral dan multilateral dapat saling bahu membahu berkontribusi pada keberhasilan transisi energi,” tegasnya.
Dalam sesi G to G, Indonesia berharap dapat mempelajari perkembangan Carbon Capture and Storage (CCS), hidrogen dan angin lepas pantai di Norwegia, serta pembiayaan di sektor energi.
Di bidang capacity building, Indonesia mengajak Norwegia bekerjasama dalam peningkatan pengetahuan bagi staf Kementerian ESDM, serta di bidang standar untuk program pelatihan dan industri.
Pada rangkaian pertemuan ini, Indonesia memaparkan mengenai perkembangan kelistrikan, energi terbarukan, juga proyek dan peluang CCS/CCUS (Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Unitilization and Storage) di Indonesia.
“Indonesia belajar banyak tentang CCS/CCUS dari Norwegia. Berdasarkan beberapa penelitian, Indonesia memiliki potensi simpanan CO2 yang cukup signifikan, sekitar 2 giga ton pada depleted reservoir migas dan sekitar 9,68 giga ton di cekungan Sumatra Selatan dan Jawa Barat. Saat ini kami sedang melakukan sejumlah studi dan persiapan CCS/CCUS di Indonesia seperti Tangguh EGR/CCUS, Gundih CCUS/CO2-EGR dan Sukowati CO-EOR,” jelas Tutuka.
Indonesia juga telah mendirikan National Center of Excellence untuk CCS/CCUS yang diprakarsai oleh Institut Teknologi Bandung dan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia dari tahun 2014 hingga 2015, untuk mendukung studi proyek percontohan CCS Gundih. Pendirian National Center of Excellence ini sejalan dengan komitmen nasional untuk mengurangi emisi CO2.
Saat ini, Indonesia juga tengah memfinalisasi Peraturan Menteri untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, serta melibatkan pemangku kepentingan termasuk negara-negara Eropa untuk mendapatkan umpan balik dan perbaikan terhadap draft yang telah disusun.