Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Dari Potensi Fintech, Industri Galangan Kapal, hingga Pengembang Rumah Subsidi Sekarat

Berita tentang memetakan potensi fintech klaster urun dana yang kian ramai menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id
Ilustrasi fintech
Ilustrasi fintech

Bisnis.com, JAKARTA — Industri finansial berbasis teknologi atau fintech klaster securities crowdfunding (SCF) atau disebut urun dana mulai ramai setelah pemain anyar masuk. Setidaknya terdapat tiga pemain baru yang telah direstui otoritas pada tahun ini.

Berita tentang memetakan potensi fintech klaster urun dana yang kian ramai menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Selasa (14/6/2022):

  1. Memetakan Potensi Fintech Klaster Urun Dana yang Kian Ramai

Dengan masuknya tiga fintech klaster urun dana tersebut tersebut semakin menggenapi jumlah pelaku usaha disektor tersebut menjadi 10 platform. Otoritas Jasa Keuangan mencatat total penghimpunan dana kumulatif per 3 Juni 2022 telah mencapai Rp507,2 miliar kepada 237 pelaku usaha selaku Penerbit Efek.

Belum lama ini, OJK telah memperluas alternatif pendanaan bagi UMKM melalui crowdfunding atau urun dana. Peraturan sebelumnya memiliki kekurangan yang belum mengakomodir usaha kecil, yang sebagian besar tidak berbentuk Perseroan terbatas.

Aturan rincinya tertuang dalam POJK 57/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Crowdfunding Berbasis Teknologi Informasi, menggantikan POJK 37/2018 yang semula hanya mengatur layanan crowdfunding berbasis saham dan saham syariah. Bagaimana potensi fintech klaster urun dana?

  1. Inflasi AS Melonjak, China Lockdown Lagi. Ekonomi Global Macet?

Ekonomi global bisa jadi masih akan sulit bergerak jika sektor riil tidak menunjukkan geliat aktivitasnya. China yang kembali menerapkan penguncian dan ekonomi AS yang dihantam inflasi tinggi makin menekan kondisi perekonomian dunia. Seperti diketahui, AS dan China adalah dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Beijing kembali dikunci setelah ibu kota China itu mengalami lonjakan kasus Covid-19. Situs freepressjournal.in menyebutkan pejabat China telah membatalkan pelonggaran beberapa aturan Covid di Beijing karena wabah yang muncul kembali.

Sebuah prefektur perbatasan di Mongolia Dalam menjadi pusat baru dari gelombang wabah Covid-19. Wabah mencapai hampir 200 kasus, terkait dengan pembukaan kembali Heaven Supermarket Bar di pusat kota. Bar tersebut baru dibuka kembali saat pembatasan di Beijing mereda minggu lalu, 

Harga minyak tergelincir lebih dari $2 pada hari Senin karena meningkatnya kasus Covid-19 di Beijing. Kondisi itu memadamkan harapan terjadinya lonjakan permintaan bahan bakar oleh China.

Sementara itu, kekhawatiran atas inflasi global dan pertumbuhan ekonomi semakin menekan pasar. Harga jatuh setelah pejabat China memperingatkan pada hari Minggu tentang penyebaran Covid "ganas" di ibu kota dan mengumumkan rencana untuk melakukan pengujian massal di Beijing hingga Rabu. Lalu bagaimana kondisi ekonomi global saat ini?

  1. Aksi Bank Berburu Modal Bakal Makin Marak

Aksi penambahan modal melalui mekanisme rights issue oleh emiten perbankan kian semarak jelang paruh kedua tahun ini. Langkah ini selaras dengan tingginya kebutuhan modal untuk melakukan ekspansi kredit hingga memperkokoh bisnis bank digital.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari 10 emiten yang telah melaksanakan penawaran umum terbatas atau rights issue sampai dengan pekan keempat Mei 2022, sebanyak empat di antaranya berasal dari sektor perbankan.

Keempat emiten bank itu adalah PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR), PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), dan PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK).

OJK mencatat total nilai emisi di pasar modal mencapai Rp11,98 triliun hingga 27 Mei 2022. Dari nilai itu, keempat emiten bank berkontribusi sebesar Rp7,04 triliun. Nilai ini diperkirakan bertambah menyusul rencana right issue yang digulirkan oleh sederet bank lain. Lalu seperti apa prospek perbankan dalam berburu modal?

  1. Mengungkit Lagi Performa Industri Galangan Kapal

Setelah menghadapi tantangan berat akibat pandemi Covid-19, industri perkapalan mulai bangkit kembali. Sederet kapal dari galangan lokal meluncur ke lautan pada periode awal tahun ini.

Pada Kamis (9/6/2022), KMP Sultan Murhum II resmi meluncur dari galangan kapal di Makassar milik PT Industri Kapal Indonesia (Persero). Kapal motor penumpang ini melayani rute penyeberangan perintis Kamaru–Kaledupa–Tomia–Binongko yang merupakan deretan pulau di Wakatobi. Frekuensinya empat kali perjalanan dalam sepekan. 

KMP Sultan Murhum II memiliki kecepatan dinas 13 knot dan mampu mengangkut 262 penumpang, 16 truk sedang, dan 26 kendaraan kecil. KMP Sultan Murhum II dikerjakan oleh PT IKI atas pesanan Kementerian Perhubungan. Proyek senilai Rp39,3 miliar tersebut diselesaikan dalam waktu 16 bulan sejak September 2020.

IKI saat ini merupakan perusahaan BUMN yang dititipkelolakan kepada PPA melalui Surat Kuasa Khusus dari Menteri BUMN. Dalam perjalanannya, PPA melakukan strategi turnaround melalui pembenahan dan transformasi untuk menjadikannya sebagai BUMN galangan kapal terbaik dengan model bisnis berkelanjutan.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Indonesia memiliki sedikitnya 245 galangan kapal, yang mana sebanyak 120 galangan tergabung dalam asosiasi galangan kapal Iperindo. Lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tetapi konsentrasi terbesar ada di Jawa dan Batam.

Dari jumlah tersebut, galangan yang mampu membangun kapal baru dan docking sebanyak 160 halangan, adapun galangan yang mampu melakukan docking saja hanya 214 galangan. Upaya seperti apa yang dibutuhkan dalam meningkatkan industri galangan kapal?

  1. Jeritan Pengembang Rumah Subsidi Terancam Sekarat Tak Ada Dana

Hingga pertengahan bulan Juni ini, rencana penyesuaian harga baru rumah subsidi tak kunjung dilakukan pemerintah. Sudah 3 tahun harga rumah subsidi tak mengalami perubahan. Padahal, harga bahan baku telah mengalami kenaikan signifikan sejak tahun lalu.

Hal ini tentu memberikan tekanan yang luar biasa bagi cashflow para pengembang rumah subsidi yang notabene merupakan kalangan UMKM, bukan pengembang besar yang crazy rich. Tekanan ini terjadi karena margin keuntungan yang didapat dari membangun rumah subsidi ini kian tipis di tengah terjadinya kenaikan harga bahan bangunan, tanah, dan juga upah pekerja. 

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) pun mendesak Pemerintah agar segera menerbitkan keputusan tentang harga baru rumah subsidi. Terlebih 90 persen anggota Apersi ini merupakan pengembang rumah subsidi.

Saat ini kondisi pengembang sangat terjepit dalam membangun rumah subsidi di tengah kenaikan harga material bangunan dan lahan yang berlipat ganda yang berdampak pada turut naiknya biaya produksi rumah subsidi. Ditambah lagi belum ada penyesuaian harga rumah dalam waktu tiga tahun terakhir. Hal ini membuat para pengembang tidak maksimal dalam memproduksi rumah subsidi. Bagaimana kondisi pengembang dan realisasi program sejuta rumah saat ini sebagai dampak tingginya biaya produksi rumah subsidi?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper