Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak terus merosot di sesi ketiga saat investor mulai mengkhawatirkan prospek pengetatan moneter akibat inflasi di Amerika Serikat (AS) dan potensi penguncian (lock down) lebih lanjut di China.
Dilansir Bloomberg pada Senin (13/6/2022), harga berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 2 persen yang diperdagangkan mendekati US$119 per barel di tengah aksi jual pasar. Adapun, minyak Brent untuk pengiriman Agustus turun 1,6 persen menjadi US$120,09 per barel.
Inflasi AS terkerek ke level 8,6 persen pada Mei 2022. Angka tersebut tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Investor mulai khawatir setelah kenaikan inflasi pada tiga kuartal sebesar satu persentase poin. Kemungkinan kenaikan suku bunga acuan paling tidak sekali dalam tiga pertemuan mendatang akan menambah keresahan investor.
Baca Juga
Sementara itu, China mulai memberlakukan kembali pembatasan atau lock down ketika kasus positif Covid-19 meningkat, hanya beberapa minggu setelah pelonggaran besar-besaran di kota-kota utama seperti Shanghai.
Saat ini, harga minyak telah naik hampir 60 persen pada tahun ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang meningkatkan permintaan dan ketatnya pasokan dari Rusia setelah invasinya ke Ukraina.
"Pekan ini akan menjadi salah satu pekan ketika fundamental minyak mengambil langkah mundur karena aksi jual global terus mendominasi berita utama," kata Keshav Lohiya, pendiri konsultan Oilytics.