Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Tak Naikkan Tarif Listrik Industri dan Bisnis, Ini Alasannya

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap menahan tarif listrik di sektor industri dan bisnis meski beban kompensasi PT PLN (Persero) dari dua jenis pelanggan itu cukup lebar.
Warga melakukan pengisian listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta, Senin (14/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga melakukan pengisian listrik prabayar di Rumah Susun Benhil, Jakarta, Senin (14/2/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap menahan tarif listrik di sektor industri dan bisnis meski beban kompensasi PT PLN (Persero) dari dua jenis pelanggan itu cukup lebar di tengah harga minyak mentah dunia yang tertahan tinggi hingga pertengahan tahun ini.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan langkah itu diambil untuk tetap menjaga momentum pemulihan daya beli masyarakat yang belakangan sudah kembali pulih seiring melandainya kasus Covid-19. Selain itu, menurut Rida, sebagian besar sektor industri dan bisnis relatif belum mencatatkan arus kas yang positif pada akhir triwulan kedua tahun ini.

“Industri dan bisnis menengah atau besar cenderung besar belum pulih juga, kita tidak mau ambil risiko. Baru saja mereka bangun terus kita terapkan [penyesuaian tarif] ini, takutnya mereka malah turun lagi, artinya mereka tidak bisa bersaing. Sehingga kita ambil kebijakan untuk tidak menengok duhulu ke sektor bisnis dan industri,” kata Rida saat konferensi pers terkait dengan tarif listrik triwulan III/2022, Jakarta, Senin (13/6/2022).

Selain itu, Rida mengatakan, rencana untuk menyesuaikan tarif listrik pada sektor industri dan bisnis itu juga berisiko dari sisi pertumbuhan ekonomi nasional. Dia menuturkan inflasi dapat terkerek tajam apabila penyesuaian tarif listrik ikut dikenakan pada sektor industri dan bisnis secara bersamaan.

Kendati demikian, dia menuturkan, kementeriannya masih mengkaji rencana penyesuaian tarif listrik pada sektor industri dan bisnis saat asumsi ekonomi makro relatif stabil di triwulan berikutnya.

“Ke depan kemungkinannya apabila sektor bisnis dan industri menengah dan besar telah pulih, dimungkinkan tarif tenaga listrik dapat kembali mengalami perubahan naik ataupun turun melihat perkembangan kurs, ICP, inflasi, dan HPB. Selain itu, efisiensi yang terus dilakukan PLN juga dapat menjadi pemicu turunnya tarif tenaga listrik," ujarnya.

Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, penyesuaian tarif listrik bagi rumah tangga mampu nonsubsidi golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) bakal menahan kompensasi di angka Rp62,82 triliun pada 2022.

Adapun, distribusi pemanfaatan kompensasi itu mayoritas diserap sektor industri mencapai Rp31,95 triliun atau 50,9 persen, rumah tangga Rp18,95 triliun atau 30,2 persen, sektor bisnis sebesar Rp10,84 triliun atau 17,3 persen dan sisanya pemerintah dan layanan khusus sebesar Rp1,08 triliun atau 1,7 persen.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan penyesuaian tarif mulai 1 Juli 2022 hanya diberlakukan untuk rumah tangga mampu berjumlah 2,09 juta pelanggan atau 2,5 persen dari total pelanggan PLN yang mencapai 83,1 juta.

Selain itu, penyesuaian tarif listrik juga dilakukan pada golongan pemerintah yang berjumlah 373.000 pelanggan atau hanya 0,5 persen. Sementara untuk pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 3.500 VA, bisnis dan industri, tidak mengalami perubahan tarif.

Adapun, sejak tahun 2017, PLN belum pernah melakukan penyesuaian tarif listrik untuk seluruh golongan tarif pelanggan. Selama itu, pemerintah telah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp94,17 triliun sejak tahun 2017 hingga 2021. Hanya saja, kelompok masyarakat mampu yaitu pelanggan rumah tangga 3.500 VA ke atas ikut menerima kompensasi dalam jumlah relatif besar.

Sepanjang tahun 2017 hingga 2021, total kompensasi untuk kategori pelanggan tersebut mencapai Rp4 triliun.

"Apalagi pada tahun ini kita menghadapi gejolak global yang mengakibatkan kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$1, berakibat kenaikan BPP sebesar Rp500 miliar. Sehingga pada tahun 2022 saja, diproyeksikan Pemerintah perlu menyiapkan kompensasi sebesar Rp65,9 triliun," kata Darmawan.

Dengan adanya penyesuaian tarif, pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas (316.000 pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh.

Sementara itu, pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 kWh menjadi Rp1.699,53 per kWh. Adapun, pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper