Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mengatakan kenaikan tarif listrik pelanggan rumah tangga nonsubsidi golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) tidak berdampak signifikan untuk menambal beban kompensasi.
Beban kompensasi yang mesti ditanggung perseroan akibat biaya pokok penyediaan (BPP) kelistrikan sudah terlanjur terkerek tajam sejak awal tahun ini. PLN memproyeksikan kenaikan BPP itu belakangan berpotensi memperlebar beban kompensasi kelistrikan mencapai Rp65,9 triliun pada tahun ini.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menuturkan kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik sebagian rumah tangga mampu dan instansi pemerintahan itu untuk mengoreksi alokasi anggaran kompensasi yang sebelumnya salah sasaran.
Di sisi lain, keputusan untuk menjaga tarif listrik tetap stabil pada kelompok golongan subsidi, industri dan bisnis diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan inflasi domestik pada tahun ini.
“Lebih untuk mengoreksi bagaimana bantuan pemerintah yang saat ini belum tepat sasaran agar betul-betul bermanfaat bagi masyarakat ekonomi lemah memang sebesar Rp3,1 triliun, dalam hal ini dampak keuangan bagi PLN hampir tidak ada” kata Darmawan seusai konferensi pers terkait tarif listrik triwulan III 2022, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Ihwal potensi beban kompensasi yang melebar itu, Darmawan beralasan hal itu disebabkan karena harga minyak mentah dunia yang belakangan masih tetap bertengger di angka rata-rata US$100 per barel. Sementara sebagian besar pembangkit listrik milik PLN di daerah masih berbasis diesel yang ikut menaikkan komponen produksi. Dia menuturkan perseroan telah mengintensifkan program bauran energi dan gasifikasi untuk mengurangi ongkos produksi daya di sejumlah pembangkit listrik diesel tersebut.
Baca Juga
Adapun rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP PLN sempat menetapkan harga minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar US$63 per barel. Sementara harga minyak mentah dunia belakangan bertengger di posisi rata-rata US$100 per barel. Artinya setiap penambahan US$1 per barel, biaya produksi bakal bertambah Rp500 miliar.
“Kalau nambanya US$40 per barel maka dikalikan setengah triliun jadi ada penambahan biaya produksi sebesar Rp20 triliun, itu yang yang menjadi beban dari PLN dan pemerintah,” tuturnya.
Kendati demikian, Darmawan mengatakan, Kementerian Keuangan telah berkomitmen untuk mencairkan dana kompensasi pada PLN sebesar Rp41 triliun pada tahun ini. Adapun keseluruhan beban kompensasi yang ditanggung PLN sejak 2021 sudah menembus angka Rp54 triliun.
“Kami mengelola agar BPP itu tetap terjaga karena masih ada komponen dari bahan bakar minyak beberapa pembangkit diesel yang belum ada alternatifnya di daerah terpencil total ada 2 gigawatt kapasitasnya,” kata dia.
Data Bloomberg hingga Senin (13/6/2022) 13.31 WIB menunjukkan harga minyak mentah Brent berada di angka US$119.87 per barel untuk pengiriman Agustus 2022. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sudah diperdagangkan dengan nilai mencapai US$118.50 per barel untuk kontrak Juli 2022.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kenaikan tarif listrik bagi golongan pelanggan rumah tangga berdaya mulai 3.500 VA ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1,P2, P3) yang jumlahnya sekitar 2,5 juta atau 3 persen dari total pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN) tidak bakal berdampak serius pada inflasi domestik di tengah sejumlah indikator makro yang belangkangan merangkak tajam.
“Ini kami sudah hitung dampak inflasi. BKF juga sudah hitung, dampaknya kepada inflasi hanya 0,019 persen. Hampir tidak terasa. Penyesuaian ini berkontribusi pada daya beli masyarakat,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana saat konferensi pers terkait dengan tarif listrik triwulan III 2022, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Rida menambahkan kenaikan tarif yang hanya menyasar pada rumah tangga berdaya mulai 3.500 VA ke atas itu justru membantu untuk meringankan beban kompensasi yang ditanggung PLN sebesar Rp3,1 triliun atau sekitar 4,7 persen dari beban kompensasi yang mesti dialokasikan pada tahun ini. Artinya, Rida memastikan, daya beli masyarakat dan inflasi bakal tetap terkendali kendati adanya penyesuaian tarif pada triwulan ketiga 2022.
Perkembangan besaran empat indikator asumsi makro menunjukkan kecenderungan meningkat. Realisasi indikator ekonomi makro rata-rata tiga bulan terakhir Februari sampai dengan April 2022 yang digunakan sebagai dasar perhitungan tariff adjustment Triwulan III Tahun 2022 menunjukkan angka kurs Rp14.356 per US$ (asumsi semula Rp14.350 per US$), ICP US$104 per Barrel (asumsi semula US$63 per Barrel), Inflasi 0,53 persen (asumsi semula 0,25 persen), HPB Rp837 per kilogram sama dengan asumsi semula (diterapkan capping harga, realisasi rata-rata harga batubara acuan (HBA) di bawah US$70 per ton.
"Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik sebesar 33 persen didominasi oleh biaya bahan bakar, terbesar kedua setelah biaya pembelian tenaga listrik dari swasta sekitar 36 persen, sehingga perubahan empat indikator asumsi makro ekonomi tersebut sangat berpengaruh terhadap Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Pada akhirnya, hal tersebut juga berdampak pada perhitungan tariff adjustment," ujarnya.
Pelanggan Rumah Tangga R2 dengan daya 3.500 VA hingga 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,70 per kWh menjadi Rp1.699,53 per kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp111.000 per bulan untuk pelanggan R2 dan Rp346.000 per bulan untuk pelanggan R3.
Pelanggan Pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 KVA dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 per kWh menjadi Rp1.699,53 per kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp978.000 per bulan untuk pelanggan P1 dan Rp271.000 per bulan untuk pelanggan P3.
Pelanggan Pemerintah P2 dengan daya di atas 200 KVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74 per kWh menjadi Rp1.522,88 per kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp38,5 juta per bulan.