Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Prediksi Ekonomi Global Makin Lemah pada 2022, Apa Penyebabnya?

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan atau OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi global makin melemah pada 2022. Apa penyebabnya?
Perang Rusia vs Ukraina menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melemah/REUTERS/Alexander Ermochenko
Perang Rusia vs Ukraina menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melemah/REUTERS/Alexander Ermochenko

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan atau OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global terpangkas menjadi 3 persen pada akhir 2022 dan tingkat inflasi mencapai 9 persen. 

Kondisi tersebut utamanya diakibatkan oleh perang Rusia vs Ukraina yang masih terjadi hingga saat ini. Dikutip dari laporan terbaru, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi terpangkas dari 4,5 persen dibandingkan dengan proyeksi pada Desember. Tingkat inflasi naik dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya.

Revisi proyeksi menjadi tanda bahwa ekonomi dunia melemah secara tajam. Adapun proyeksi pertumbuhan pada tahun depan mencapai 2,75 persen.

Kepala Ekonom dan Deputi Sekjen OECD Laurence Boone mengatakan kondisi tersebut merupakan harga yang harus dibayar setelah perang di Ukraina pecah.

Sektor pangan dan energi menjadi yang paling terdampak dari konflik tersebut hingga menyebabkan lonjakan harga di hampir seluruh bagian dunia, termasuk negara miskin. Upaya negara-negara Eropa untuk menjauhi energi dari Rusia akan meningkatkan harga dan kelangkaan mengingat alternatif sumber daya yang masih terbatas.

"Jika peperangan tereskalasi atau menjadi semakin berlarut-larut, prospeknya akan memburuk, terutama untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan Eropa," katanya dalam laporan tertulis yang dikutip pada Kamis (9/6/2022).

Dia memperingatkan adanya ancama krisis pangan yang dapat memukul rumah tangga miskin di seluruh dunia. Untuk itu, OECD merekomendasikan gerakan kerja sama internasional di sektor logistik yang menargetkan negara yang lebih membutuhkan.

Ketidakpastian ekonomi global bakal menghalangi investasi bisnis dan mengancam rantai pasik pada beberapa tahun mendatang. Kebijakan nol-Covid China akan memperumit keadaan.

Boone menekankan pentingnya penanganan kebijakan moneter dan fiskal dalam menyesuaikan kondisi pada saat inflasi didorong oleh permintaan atau kemacetan rantai pasok.

"Perang [Rusia vs Ukraina] telah mengungkap bagaimana keamanan energi dan mitigasi iklim saling terkait. Pemerintah perlu bergegas pada transisi energi," ungka Boone.

OECD mencatat pelemahan terjadi di Amerika Serikat ke level terlemah menjadi 2,5 persen pada 2022 dan 1,2 persen pada 2023. Sementara proyeksi inflasi telah meningkat dari prediksi sebelumnya 4,78 persen menjadi 7,04 persen.

Gangguan pasokan mungkin membutuhkan waktu lebih lama agar bisa mereda. Pertumbuhan upah akan tetap kuat seiring pasar tenaga kerja akan tetap ketat.

Sementara itu, pertumbuhan China juga terkoreksi menjadi 4,4 persen pada 2022 dan mulai bangkit pada 2023 menjadi 4,9 persen. Pertumbuhan akan didorong oleh investasi di proyek transisi energi dan infrastruktur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper