Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro meminta pemerintah untuk segera memberikan insentif fiskal untuk menjaga keekonomian dan tingkat produksi minyak dan gas (Migas) pada lapangan tua atau mature field blok Migas dalam negeri.
Komaidi berpendapat insentif fiskal itu dapat diwujudkan dalam bentuk pengurangan royalti dan insentif penggantian kerugian biaya eksplorasi untuk menjaga keekonomian dan tingkat produksi Migas ke depan.
Berdasarkan data milik ReforMiner, sekitar 70 persen wilayah kerja (WK) eksploitasi Migas Indonesia telah mengalami produksi alamiah. Produksi Migas itu dikontribusikan oleh 4 WK berumur lebih dari 50 tahun dan 36 WK Migas berumur 25 - 50 tahun.
“Biaya produksi dan pemeliharaan mature field dilaporkan terus meningkat sejalan dengan penurunan kemampuan produksinya. Insentif fiskal menjadi kunci dan instrumen penting untuk menjaga keekonomian dan tingkat produksi Migas itu,” kata Komaidi melalui pesan singkat, Selasa (7/6/2022).
Hasil riset Inter-American Development Bank (IDB) 2020 menemukan pemberian insentif untuk mature field dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun. Menurut dia, penerapan insentif itu terbukti efektif meningkatkan produksi Migas di sejumlah negara seperti Brasil dan Kanada.
Selama periode 2010 - 2019 produksi minyak dan gas di Brasil masing-masing meningkat sekitar 35,35 persen dan 71,89 persen. Kanada menerapkan insentif model lain yaitu melalui pengurangan pajak pendapatan dan penangguhan kerugian pajak. Selama periode 2010-2019 produksi minyak dan gas Kanada masing-masing meningkat sekitar 63,47 persen dan 15,7 persen.
Baca Juga
“Peningkatan harga minyak kemungkinan tidak secara otomatis meningkatkan nilai investasi hulu Migas global. Pertumbuhan investasi kemungkinan masih akan tetap bervariasi dengan mempertimbangkan stabilitas global dan geopolitik, penanganan pandemi covid-19, komitmen COP-26, dan kebijakan transisi energi,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan belum ada kenaikan investasi yang signifikan pada kegiatan eksplorasi blok minyak dan gas (Migas) baru di dalam negeri seiring dengan reli kenaikan harga minyak mentah pada tahun ini.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) disebutkan masih menghitung ulang rencana investasi pada kegiatan eksplorasi blok Migas baru itu lantaran ongkos operasi yang relatif mahal jika dibandingkan dengan negara lain. Alasannya, sebagian besar wilayah kerja (WK) Migas sudah berusia lebih dari 25 hingga 50 tahun. Dengan demikian, biaya produksi dan pemeliharaan lapangan itu terus meningkatkan sementara kapasitas produksi terus melorot.
Di sisi lain, potensi cadangan Migas dalam negeri telah beralih ke wilayah timur dan laut lepas. Artinya, ongkos operasi bakal lebih mahal untuk membiayai infrastruktur yang relatif belum ajeg di kawasan itu.
“Kami dari operasional belum ada kenaikan [investasi pada kegiatan eksplorasi] yang signifikan,” kata Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno melalui pesan singkat, Selasa (7/6/2022).
SKK Migas mencatat realisasi investasi pada sektor hulu Migas mencapai US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30,3 triliun hingga triwulan pertama tahun ini. Artinya, realisasi pada sektor hulu Migas itu baru mencapai 16 persen dari target US$13,2 miliar atau setara dengan Rp190,4 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
Kendati demikian, setoran dari sektor hulu Migas pada kas negara relatif tinggi hingga triwulan pertama tahun ini. Berdasarkan catatan SKK Migas, realisasi setoran hulu Migas mencapai US$4,4 miliar atau setara dengan Rp63,4 triliun pada kas negara.