Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma meminta pemerintah untuk segera mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) untuk meningkatkan nilai investasi pada sektor tersebut.
Darma beralasan payung hukum yang berlaku saat ini, Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 50/2017 dan Permen ESDM No.10/2017 membuat proyek pembangkit EBT tidak bankable.
“Investasinya lambat karena memang regulasi yang ada sekarang tidak menarik, saya kira pemangku kepentingan meminta peraturan yang sekarang untuk ditinjau ulang lewat Perpres itu,” kata Darma saat dihubungi Bisnis, Senin (6/6/2022).
Menurut Darma, Perpres yang sebenarnya sudah rampung secara substansial sejak Januari 2020 itu relatif dapat membuat iklim investasi pada program EBT dalam negeri tumbuh signifikan. Alasannya, Perpres itu mengatur harga keekonomian suatu proyek pembangkit listrik serta harga jual produk ke PLN.
Perpres itu juga tidak mengakomodasi skema build, own, operate, transfer atau BOOT yang belakangan diputuskan diubah ke dalam bentuk BOO terkait dengan pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT tersebut. Dengan demikian, Perpres itu menghapus ketentuan transfer aset pembangkit ke PLN yang dinilai memberatkan pengembang setelah kontrak jual beli selesai. Artinya, kata dia, pengembalian usaha atau return of return bakal jauh lebih wajar.
“Kemudian ada proses pengadaannya, saya kira lengkap beberapa aspek agar proyek yang dikerjakan itu lebih bankable itu sudah dimasukkan dalam Perpres,” ujarnya.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi sub sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi atau EBTKE baru mencapai US$0,58 miliar atau 14 persen dari target 2022 yang dipatok sebesar US$3,98 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan rendahnya realisasi investasi itu disebabkan karena molornya pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang direncanakan rampung pada awal tahun ini.
Selain itu, Dadan menggarisbawahi, kebijakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS Atap yang sempat terkendala turut memengaruhi capaian investasi yang relatif minim hingga pertengahan tahun ini.
“Dari target hampir US$4 miliar basisnya Perpres tentang tarif EBT bisa keluar di awal tahun juga kebijakan PLTS Atap bisa smooth berjalan,” kata Dadan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (6/6/2022).
Kendati demikian, Dadan optimis, investasi pada subsektor EBTKE itu dapat mendekati target yang telah dipatok pada tahun ini. Alasannya, Perpres tentang tarif pembelian tenaga listrik EBT itu diharapkan rampung pada tahun ini. Dengan demikian, minat investor untuk berinvestasi pada sektor itu dapat terkerek dengan kemudahan dan insentif yang tertuang pada Perpres tersebut.
“Perjalannya sekarang, Perpres untuk tarif EBT sedang dalam proses taraf dari para menteri terkait. Realisasi investasi baru 14 persen atau US$0,58 miliar,” kata dia.
Adapun, berdasarkan data Kementerian ESDM per Mei 2022, tambahan kapasitas pembangkit listrik dari sektor EBT baru mencapai 66 megawatt (MW) atau 10 persen dari target yang ditetapkan mencapai 647,8 MW pada tahun ini. Sementara setoran lewat penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dari sektor EBTKE mencapai Rp309 miliar atau 20 persen dari target Rp1,55 triliun.