Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Petani Anjlok, BPS Paparkan Penyebabnya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) pada Mei 2022 turun 2,81 persen menjadi 105,41.
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Antara/Makna Zaezar
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Antara/Makna Zaezar

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) pada Mei 2022 sebesar 105,41 atau menurun 2,81 persen dibandingkan pada April 2022. Sub sektor perkebunan rakyat mengalami penurunan NTP terdalam yaitu turun 9,29 persen.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, selain hal itu, indeks harga terima petani pun mengalami penurunan 2,37 persen. Hal itu dikarenakan menurunnya harga kelapa sawit, kelapa, karet, dan sapi perah. Sebaliknya harga bayar petani justru mengalami kenaikan.

“indeks bayar mengalami kenaikan 0,51 persen,” ungkap Margo dalam siaran pers virtual, Kamis (2/6/2022).

Sementara itu, Margo mengatakan NTP holtikultura naik 2,75 persen. Kenaikan itu karena harga yang diterima petani sebesar 3,23 persen lebih besar dari kenaikan harga yang dibayar petani yang hanya meningkat 0,46 persen.

“komoditas yang mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani adalah bawang merah, kola tau kubis dan kentang,” jelas Margo.

Untuk nilai tukar usaha petani (NTUP) pada Mei 105,73 atau menurun 2,68 persen dibanding April 108,64. NTUP ini, kata Margo, adalah indeks harga yang diterima petani dibagi dengan indeks yang dibayar petani untuk memenuhi biaya produksi dan penambahan barang modal.

“NTP perkebunan rakyat turun 9,22 persen. Penurunan yang terjadi akibat penurunan indeks harga yang diterima petani itu mengalami penurunan sebesar 8,82 persen. Sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal justru mengalami kenaikan 0,44 persen,” tutur Margo.

Komoditas yang mempengaruhi biaya produksi dan penambahan barang modal adalah karena kenaikan harga urea, MPK, dan bahan bakar minyak (bensin).

Dalam kesempatan itu juga, Margo menyampaikan holtikultura mengalami kenaikan tertinggi sebesar 2,80 persen. Hal itu karena indeks harga yang diterima petani itu mengalami sebesar 3,23 persen. Angka ini lebih besar dibandingkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal yang hanya naik sebesar 0,42 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper