Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menegaskan efek kenaikan harga gandum tidak terlalu besar terhadap harga produk mi dan tepung terigu di tengah konflik Rusia-Ukraina dan pelarangan ekspor gandum oleh India.
Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies menjelaskan, pihaknya tengah mencari produsen gandum selain Ukraina dan India. Adapun negara-negara alternatif yang dimaksud yaitu Argentina, Brazil, Kanada, AS, Moldova, dan Bulgaria.
Selain itu, kata Ratna, dampak kenaikan harga gandum tak terlalu besar lantaran kenaikan harga sudah terjadi sejak 2019 akibat gelombang panas yang melanda beberapa negara, termasuk negara penghasil gandum. Akibatnya, banyak negara yang mengalami gagal panen.
Di lain sisi, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha atau UMKM. "Tujuh puluh persen pengguna terigu itu kan UMKM, jadi kita sudah sosialisasikan dengan baik agar tidak ada gejolak," kata Ratna kepada Bisnis, Rabu (25/5/2022).
Berdasarkan data milik Aptindo, kebutuhan tepung terigu nasional di 2021 mencapai 6,96 juta metric ton (MT) setara 8,9 juta ton gandum atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,6 persen, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di 2020, kebutuhan tepung terigu nasional sebesar 6,70 juta ton atau setara 8,6 juta ton.
Sedangkan, kebutuhan terigu nasional pada Januari-April 2022 mencapai 2,28 juta MT setara 2,93 juta ton gandum atau tumbuh -2,81 persen.
Baca Juga
Sementara itu, total ekspor sepanjang 2021 tepung terigu dan olahannya mencapai US$1,19 miliar atau tumbuh 3,2 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$1,16 persen. Sedangkan total ekspor di kuartal I/2022 mencapai US$317,3 juta atau tumbuh 23,3 persen (year-on-year/yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Adapun capaian ekspor kuartal I/2022 tersebut dihasilkan dari ekspor tepung terigu mencapai US$8,0 juta atau tumbuh 42 persen, berdasarkan produk mencapai US$43,1 juta atau tumbuh 44,4 persen dan produk turunan terigu sebesar US$266,2 juta atau tumbuh 19,9 persen.