Bisnis.com, JAKARTA – Tingginya biaya kontruksi di Australia akibat keterbatasan bahan baku diproyeksikan akan berdampak pada meningkatnya harga apartemen dan residensial.
Untuk diketahui, Reserve Bank of Australia (RBA) menaikkan suku bunganya untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade. RBA pada Selasa (3/5/2022) mengumumkan bahwa suku bunga akan dinaikkan 25 basis poin menjadi 0,35 persen. Kenaikan suku bunga pertama sejak November 2010
Komisaris dan CEO Crown Group Iwan Sunito mengatakan konsumen harus bersiap menghadapi kenaikan harga apartemen secara progresif selama beberapa tahun ke depan sementara keterbatasan pasokan bahan baku dan kekurangan tenaga kerja tetap terjadi.
“Kami melihat peningkatan persentase dua digit dalam biaya pembangunan apartemen baru setiap tahun di masa mendatang,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (23/5/2022)
Menurutnya, para investor kembali ke pasar karena harga sewa meningkat yang memungkinkan mereka mengimbangi kenaikan suku bunga melalui kenaikan harga sewa. Terlebih, ketersediaan unit apartemen ‘off the plan’ dan apartemen yang sudah selesai dibangun semakin berkurang dari hari ke hari. Hal ini merupakan tanda bahwa owners-occupiers dan investor sangat aktif di pasar saat ini.
Baca Juga : 25 Tahun Berkiprah di Australia, Crown Group Berhasil Bangun Proyek Senilai Rp50 Triliun |
---|
“Sangat masuk akal bagi konsumen apabila mereka terlihat bergegas membeli properti sekarang untuk menghindari kenaikan harga dua digit karena meningkatnya biaya konstruksi dan material ditambah keterbatasan tenaga kerja,” katanya.
Bagi investor properti luar negeri dari Tiongkok dan Indonesia yang ingin mendapatkan stok unit apartemen yang sudah selesai sebagai investasi properti melalui penawaran harga yang terjangkau.
“Itulah sebabnya saya percaya bahwa saat ini adalah waktu terbaik untuk melakukan pembelian properti pasca pandemi. Karena pasar properti Sydney tidak pernah berhenti bergerak maju,” ucapnya.
Masyarakat Indonesia adalah komunitas investor terbesar kedua bagi Crown Group yang telah merasakan betapa menguntungkannya berinvestasi properti Australia, terutama di Sydney. Para investor yang sedang mempertimbangkan untuk mengakuisisi unit apartemen harus bertindak cepat membeli dari pengembang tepercaya dengan rekam jejak yang jelas dalam menghasilkan apartemen berkualitas secara tepat waktu dan sesuai anggaran.
Dengan bertindak sekarang, para investor ini mengunci harga hari ini yang memungkinkan waktu untuk terus menabung untuk pembelian berikutnya di masa mendatang. Hal ini sedikit berbeda dengan tipe pembeli home occupiers. Meskipun harga akan meningkat, namun kebutuhan akan hunian akan tetap ada
Australia masih mengalami housing shortage, sementara pertumbuhan penduduk Australia semakin bertambah. Saat ini jumlah penduduk Australia adalah 26.063.139 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1 persen setiap tahunnya.
Menurut data dari Treasury.gov.au dengan tren saat ini jumlah penduduk Australia diprediksi akan mencapai 35.9 juta jiwa pada tahun 2050.
Dampak penutupan perbatasan internasional terkait pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunanjumlah migrasi selamaenam kuartal secara berturut-turut. Pertumbuhan penduduk selama 12 bulan terakhir sepenuhnya disebabkan oleh peningkatan alami 136.200 jiwa, sementara migrasi dari luar negeri berkurang 67.300 jiwa selama periode tersebut.
Berdasarkan Biro Statistik Australia, pada akhir Juni 2019, 88.740 orang kelahiran Indonesia tinggal di Australia, 29,4 persen lebih banyak dari jumlah 68.570 pada 30 Juni 2009. Ini adalah salah satu komunitas migran terbesar di Australia, setara dengan 1,2 persen komunitas migran Australia dan 0,3% dari total populasi Australia.
Pembeli potensial telah memperkirakan kenaikan tarif untuk beberapa waktu dan telah mengantisipasinya dengan memiliki tabungan tambahan, dikarenakan pandemi dan pengetatan ikat pinggang. Diperkirakan bahwa rumah tangga Australia berhasil menghemat sekitar Rp1.400 triliun selama pandemi Covid-19.
“Pasokan hunian yang terbatas dan peningkatan jumlah pembeli berarti banyak konsumen yang tidak sanggup memiliki rumah tapak dan unit apartemen adalah pilihan yang lebih terjangkau. Saya meyakini skenario ini hanya akan semakin parah dalam dua tahun ke depan dimana akan lebih banyak unit apartemen yang akan terjual dibandingkan rumah tapak,” tutur Iwan