Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Delly Ferdian

Peneliti Yayasan Madani Berkelanjutan

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Jelantahnomic dan Biodiesel

Lantas, seberapa besar potensi minyak jelantah di tanah air? Untuk mengetahuinya, tentu kita wajib melirik jumlah konsumsi minyak goreng.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.

Apa yang anda lakukan dengan minyak goreng bekas di dapur Anda? Apakah langsung membuangnya?

Jika benar, berarti Anda sudah menyiakan satu kesempatan emas untuk menambah penghasilan bahkan jauh daripada itu Anda juga sudah melewatkan kesempatan untuk menyelamatkan dunia dari Krisis Iklim yang makin menakutkan, hanya dari dapur Anda. Mengapa bisa demikian?

Banyak orang tidak menyadari bahwa minyak goreng bekas atau minyak jelantah (used cooking oil/UCO) atau lebih dikenal dengan minyak jelantah memiliki banyak manfaat. Meskipun manfaatnya untuk menggoreng makanan sudah hilang karena hanya meninggalkan racun yang tidak baik untuk kesehatan, tetapi nilai ekonomi bahkan ekologi yang terkandung di dalamnya belum sepenuhnya hilang.

Faktanya, minyak jelantah yang bagi banyak orang tidak ada gunanya, masih bisa disulap menjadi produk bernilai tinggi seperti salah satunya biodiesel. Biodiesel adalah salah satu bahan bakar nabati (BBN) yang bertujuan sebagai batu lompatan menuju energi yang benar-benar bersih.

Jelantah & Biodiesel 

Lantas, seberapa besar potensi minyak jelantah di tanah air? Untuk mengetahuinya, tentu kita wajib melirik jumlah konsumsi minyak goreng. Dalam hal penggunaan minyak goreng, Kementerian ESDM, mencatat pada 2019 Indonesia telah mengonsumsi 16,2 juta KL minyak goreng per tahun yang nyatanya telah menghasilkan 3 juta KL minyak jelantah.

Disebutkan juga bahwa jika potensi itu dapat dikelola dengan baik maka dapat memenuhi 32% dari kebutuhan biodiesel nasional. Bukan hanya itu, biodiesel berbahan bakar minyak jelantah lebih hemat biaya produksi 35 % dibandingkan dengan biodiesel dari CPO, serta mengurangi 91,7% emisi CO2 dibanding solar. Bukankah hal ini sesuatu yang luar biasa?

Sangat diketahui pula bahwa program biodiesel sudah menjadi mandatory 2008 melalui Peraturan Menteri ESDM No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN (Bahan Bakar Nabati) sebagai Bahan Bakar Lain.

Melalui program ini, pemerintah memiliki niat baik yakni untuk melakukan transisi energi kotor dari pemanfaatan energi fosil menuju energi bersih dengan pemanfaatan BBN yang juga sangat berkelindan dengan tujuan untuk menahan laju perubahan iklim dunia.

Dalam kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) yang mencakup aspek adaptasi dan mitigasi, pemerintah Indonesia memasang target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada 2030, yang akan dicapai antara lain melalui sektor kehutanan, energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, dan pertanian.

Bermula dari minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng, kemudian menyisakan minyak jelantah setelah digunakan dan akhirnya diputar lagi menjadi energi melalui biodiesel dan bahan bakar lainnya, sehingga menghasilkan nilai ekonomi yang terus mengalir bahkan menghasilkan kelestarian lingkungan sebagai dampak aktivitasnya, adalah benar-benar konsep ekonomi melingkar atau ekonomi sirkular (circular economy) yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Perputaran ekonomi itu dapat kita sebut sebagai ekonomi minyak jelantah atau “Jelantahnomic” yang mengubah minyak jelantah yang sebelumnya tidak bermanfaat menjadi sesuatu yang nilai ekonomi sangat tinggi. Lantas bagaimana cara untuk memaksimalkan potensi ekonomi minyak jelantah ini?

Hemat saya, ada dua cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk memaksimalkan ekonomi minyak jelantah ini.

Pertama, menyediakan grand design dan road map bisnis minyak jelantah. Pemerintah dan semua pihak yang memiliki kepentingan dapat membuat rancangan induk dan peta jalan dari bisnis minyak jelantah yang meliputi skema dan mekanisme perdagangan dari hulu ke hilir, dimulai dari edukasi kepada masyarakat agar dapat terlibat aktif dalam memastikan berjalannya ekonomi minyak jelantah.

Kemudian, pemetaan potensi minyak jelantah yang tersedia, merancang skema pengumpulan, penentuan nilai jual, mekanisme pengolahan, hingga penyusunan strategi pemasaran.

Kedua, memberikan dukungan regulasi. Belum adanya regulasi yang mendukung bisnis ini dinilai akan menjadi celah kecurangan dan persaingan yang tidak sehat sehingga penting untuk dirancang regulasi yang mengatur segala aspek, mulai dari aktivitas pengolahan hingga pengawasan.

Dengan dukungan dari banyak pihak khususnya para pemangku kepentingan, minyak jelantah yang sebelumnya hanya dibuang karena tidak bernilai, menjadi sebuah komoditas yang nilainya sungguh berharga. Hebatnya, minyak jelantah bukan hanya dapat memperkuat ekonomi tapi juga menyelamatkan kita dari kerusakan ekologi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper