Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Petinggi The Fed Ragu AS Mampu Hindari Resesi

Menurut sebagian eks petinggi The Fed, mustahil untuk menghindari resesi di tengah usaha agresif menekan laju inflasi.
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Minggu (19/12/2021). Bloomberg/Samuel Corum
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Minggu (19/12/2021). Bloomberg/Samuel Corum

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah eks petinggi The Fed meragukan dampak kenaikan suku bunga bank sentral dapat menghindarkan AS dari resesi tahun depan.

Kebijakan suku bunga rendah di kala pandemi sudah berjalan terlampau lama. Sehingga, kenaikan mendadak pada saat ini berpotensi menimbulkan dampak kelewat besar terhadap perekonomian, demikian menurut sebagian eks petinggi.

"Kemungkinan besar akan tetap terjadi resesi, menimbang intensitas inflasi dan tingkat penurunan pengangguran. Untuk mengembalikan dua hal itu ke titik ekuilibrium, mustahil The Fed mampu mengelola sambil menjaga terjadinya soft landing,' ujar eks petinggi regulator perbankan The Fed Randal Quarels dalam podcast Banking with Interest, yang rilis Selasa (3/5/2022).

Pernyataan Quarels tersebut sekaligus mempertegas ucapan Kepala Ekonom Goldman Sachs yang juga eks pimpinan The Fed New York pada 2009-2018 William Dudley.

Menurut Dudley, kemungkinan The Fed bisa memastikan terjadi soft landing sudah nyaris nol.

"Karena sejarah membuktikan bahwa setiap kali mereka [The Fed] berusaha menekan tingkat pengangguran, kita pasti terjebak resesi," kata Ddley, dikutip dari Wall Street Journal.

Sebagai konteks, The Fed dijadwalkan mengumumkan kebijakan suku bunga terbaru pada pertemuan FOMC yang berlangsung Kamis (5/5) dini hari waktu Indonesia.

Pelaku pasar memperkirakan akan terjadi kenaikan suku bunga 50 basis poin. Ekspektasi ini memang lebih rendah dari batasan 75 basis poin yang sebelumnya menimbulkan kekhawatiran.

Namun demikian, pelaku pasar belum terlihat menyambut langkah tersebut dengan positif. Salah satunya terlihat dari pergerakan sejumlah saham di Bursa AS di sektor-sektor agresif, yang cenderung terkoreksi pada awal pembukaan sesi perdagangan Rabu (4/5) pagi waktu setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper