Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah telah menyalurkan bantuan tunai langsung (BLT) sebagai upaya untuk menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan di tengah tingginya harga komoditas, terutama minyak goreng.
Pada Maret 2022, Kementerian Perdagangan mencatat rata-rata harga minyak goreng curah sebesar Rp16.800 per liter, sedangkan minyak goreng dengan kemasan sederhana dan premium per liter masing-masing sebesar Rp19.000 dan Rp21.000.
Muhammad Hanri, Nia Kurnia Sholihah, dan Faizal Rahmanto Moeis dari LPEM FEB UI menyampaikan bahwa kenaikan harga yang cukup signifikan pada periode tersebut merupakan dampak dari meningkatnya harga minyak nabati dunia, peningkatan CPO untuk program biodiesel, dan terganggunya pasokan minyak sawit dunia akibat pandemi.
Di tengah inflasi yang meningkat menjelang Idulfitri, pemerintah mengambil langkah dengan memberikan BLT minyak goreng yang diimplementasikan pada April 2022.
BLT minyak goreng dirancang menjadi 2 bagian, yaitu bantuan untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan bantuan untuk pedagang kaki lima, warung, dan nelayan (BTPKLWN).
Total anggaran yang dialokasikan untuk bantuan ini masing-masing adalah sebesar Rp6,2 triliun untuk 20,65 juta KPM dan Rp750 miliar untuk 2,5 juta penerima BTPKLWN.
Baca Juga
Pada pekan ketiga April, tercatat penyaluran bantuan sudah mencapai 83 persen terutama untuk penerima penyaluran yang dilakukan melalui Kementerian Sosial.
“Tercatat sebanyak 17,2 juta KPM telah menerima BLT minyak goreng berdasarkan update pada 23 Maret 2022,” dikutip Bisnis melalui keterangan resmi LPEM FEB UI, Sabtu (30/4/2022).
Upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga dan masa pemulihan ekonomi dinilai patut diapresiasi, terutama bantuan ditujukan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Adapun, pada Maret 2021, tercatat 89 persen dari total rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi minyak goreng. Rata-rata konsumsi minyak goreng mencapai 3,6 liter atau sebesar Rp46.830 per rumah tangga per bulan.
Jika diperhatikan berdasarkan kelompok desil pengeluaran per kapita, proporsi pengeluaran minyak goreng untuk rumah tangga terhadap total konsumsi makanan di kelompok desil 1 lebih tinggi (3,27 persen) dan lebih kecil di kelompok desil 10 (1,62 persen).
Pola yang sama juga tercatat untuk proporsi pengeluaran minyak goreng terhadap total pengeluaran rumah tangga.
Untuk kelompok desil 1 tercatat sebesar 2,1 persen sedangkan rumah tangga di desil 10 tercatat sebesar 0,61 persen.
Hal ini menunjukkan, meskipun proporsinya tidak besar, tetapi kelompok rumah tangga desil 1 lebih besar merasakan dampak perubahan harga minyak goreng.
Di sisi lain, jika secara khusus dilihat berdasarkan desil pengeluaran dari para penerima BLT, terlihat proporsi BLT yang diterima per bulan (Rp100.000) terhadap total pengeluaran jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi pengeluaran untuk minyak goreng di kelompok desil 1.
Oleh karena itu, bantuan untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah terlihat lebih bermanfaat karena proporsi BLT terhadap pengeluaran yang lebih besar dibandingkan dengan proporsi pengeluaran buat minyak goreng
Dengan demikian, pengeluaran minyak goreng sebetulnya relatif kecil baik secara nominal maupun jika dibandingkan pengeluaran total atau pengeluaran makanan.
“Meskipun terdapat beberapa kritik bahwa BLT dengan besaran Rp100.000 per bulan selama tiga bulan sangat kecil, tetapi jumlah tersebut cukup signifikan bagi masyarakat kelompok pendapatan bawah,” tulis LPEM FEB UI.