Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Shipping Agency Association (ISAA) menilai dampak pelarangan ekspor minyak sawit atau CPO akan mempengaruhi kontrak keagenan kapal-kapal asing yang melayani ekspor tersebut.
Ketua ISAA Reinhard menjelaskan sebagai Perkumpulan Keagenana Kapal Indonesia (ISAA) mengatakan mayoritas anggotanya melaksanakan keagenan kapal asing ekspor CPO atau turunannya. Tetapi, sejauh ini pelaku hanya mengageni oil barge atau tanker kecil sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku.
Dia menuturkan dampak pelarangan ekspor CPO tentu akan mengurangi kegiatan mengageni kapal asing tersebut.
"Sementara itu terkait dengan kontrak keagenan kapal otomatis berakhir force majeur atau sesuai dengan klausul dalam kontrak," jelasnya, Senin (26/4/2022).
Dalam klausul force majeure, mitigasi kontrak bisa dibatalkan atau diberikan kompensasi. Menurutnya, kerugian lebih besar akan dialami oleh perusahaan angkutan laut nasional seperti INSA.
Sementara itu, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menyayangkan kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melarang ekspor minyak sawit atau CPO.
Ketua Umum DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Khairul Mahalli mengatakan ekspor CPO saat ini sepenuhnya menjadi penambahan devisa untuk negara. Dengan demikian, menututnya, kemajuan ekonomi negara juga ditentukan oleh ekspornya.
Dia pun mengkhawatirkan nasib pelaku usaha yang sudah mempunyai kontrak dengan pembeli di luar negeri usai penerbitan kebijakan tersebut. Para pengusaha tersebut terancam mendapatkan penalti dan sanksi dari pembeli.
"Kajian pelarangan ekspor CPO tidak logis dan tidak melibatkan pelaku usaha. Apakah pemerintah mampu menanggung beban kerugian eksportir?" ujarnya, Senin (25/4/2022).
Dia, yang juga Ketua Umum Kadin Sumatera Utara menuding kesalahan fatal melonjaknya harga minyak berada di tangan Kementerian Perdagangan. Utamanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak mampu menjalankan tugasnya.